Allah SWT menciptakan qolbu dua bagian untuk mencapai pengetahuan tentang-Nya. Pertama, Allah SWT menciptakan indera yang dapat merasa, melihat semua ciptaan Allah SWT di alam semesta, sehingga manusia bisa berpikir dengan tanda-tanda tersebut tentang Dzat pencipta dan mengatur segala. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT melalui surat Yunus ayat; 101
قُلِ انْظُرُوْا مَاذَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗوَمَا تُغْنِى الْاٰيٰتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَّا يُؤْمِنُوْنَ.
Terjemah;
Katakanlah, “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi!” Tidaklah bermanfaat tanda-tanda (kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman.
Kedua, Allah menciptakan bagian dalam qalbu sesuatu yang tidak bisa dilihat secara dhohir. Manusia menggunakan mata batinnya untuk menemukan dan dalil-dalil sehingga menuju-Nya.
Dua bagian hati yang diciptakan oleh Allah SWT di atas bermedia mimpi/alam bawah sadar dan alam sadar. Mimpi/hilm adalah setiap yang dilihat seseorang dalam tidurnya. Pun ketika yang dilihat dalam tidurnya itu dominan jelek tetap masuk definisi mimpi/hilm. Berbeda dengan ru’ya, ru’ya adalah mimpi yang dominan kebaikannya. Namun dalam hal ini Al-Imam Al-Ghozali tidak menyatakan perbedaan apakah yang dominan baik atau buruk. Beliau bermaksud menjelaskan bahwa setiap yang dilihat manusia dalam tidur itu adalah mimpi.
Alam gaib dan malakut tidak akan terlihat dengan mata telanjang. Alam ini akan terlihat dengan mata lain. Allah SWT telah menjadikan mata batin dalam setiap hati manusia. Mata batin manusia tidak bisa serta merta bisa diakses, karena Allah SWT menutupnya dengan sahwat dan perkara duniawi. Oleh sebab itu mereka tidak bisa menggunakannya bahkan membayangkan apa yang dilihat dari alam gaib dan malakut selain melenyapkan hijab-hijab itu dari mata batin. Ketika penutup itu sirna dari hati para nabi, tidak diragukan lagi mereka akan melihat alam malakut dan keajaiban-keajaibannya.
Pengalaman spiritual ini tidak bisa dirasakan oleh seluruh manusia. Mereka -para nabi, auliya’- yang dapat menjelajahinya. Namun demikian para manusia biasanya bermimpi seperti mimpinya nabi, dan mimpi itu termasuk salah satu media nubuwah yang dulu diberikan Allah swt kepada para nabi.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
{{الرُؤياَ الصَالِحة جزءٌ مِن ستة وأربعين جزء من النبوة}}
Terjemah:
Penglihatan orang sholih (Orang dalam tidur) salah satu dari empat puluh enam media nubuwah.
Mereka tidak akan bisa menyingkap ta’bir kecuali menghilangkan penutup mata hatinya. Oleh sebab itu tidak boleh mempercayai penglihatan orang (dalam tidur) kecuali bersih hatinya. Barang siapa banyak bohongnya maka tidak bisa dipercaya mimpinya. Barang siapa yang banyak kerusakan dan maksiatnya maka pekatlah hatinya. Orang-orang seperti ini akan bermimpi atas cerminan kemarahan dan kedengkian. Itu sebabnya Nabi Muhammad SAW menyuruh umatnya untuk thaharah ketika sebelum tidur. Hal ini mengisyaratkan selain thaharah badaniyah adalah thaharah batiniyah. Thaharah badaniyah hanya berstatus pelengkap, sedangkan subtansinya adalah thaharah batiniyah. Ketika batin manusia bersih maka terbukalah ketajaman mata batin dan mengetahui kejadian-kejadian yang belum terjadi. Hal ini seperti kasyaf-nya Nabi Muhammad SAW ketika memasuki Kota Makkah. Hal ini dijelaskan pada surah Al-Fatih ayat 27;