Spesial Ramadhan (Edisi 22) : Teknis Pembayaran Fidyah

Fidyah merupakan alternatif terakhir pengganti ibadah puasa bagi orang yang benar-benar merasa kesulitan untuk melakukan qadha’ puasa. Beberapa orang yang tergolong dapat menunaikannya antara lain: orang sakit yang sulit diharapkan kesembuhannya, lansia yang lemah jiwa raganya, dan ibu hamil atau menyusui dengan dalih mengkhawatirkan anaknya saja yang disertai qadha’ pula. Namun, bagaimana teknis pembayaran fidyah tersebut?
Pembaca yang budiman. Teknis pembayaran fidyah sebenarnya tidak jauh beda dengan zakat fitrah. Hanya saja, keperuntukan dan maksud dari fidyah berbeda dengan zakat fitrah. Zakat fitrah dikeluarkan sebagai bentuk ibadah untuk membersihkan jiwa. Sedangkan fidyah dikeluarkan sebab tidak mampu menjalankan ibadah puasa.
Adapun dalil disyariatkannya fidyah termaktub dalam QS. al-Baqarah: 184 berikut:

وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ…

“Dan atas orang-orang yang berat mengqadha’i puasa, maka ia harus mengeluarkan fidyah, yakni berupa memberi makan kepada orang miskin” (QS. al-Baqarah: 184)
Lalu, apa yang digunakan untuk membayar fidyah? Dikarenakan fidyah sama dengan ketentuan dalam zakat fitrah, maka kewajiban fidyah adalah mengeluarkan makanan pokok yang berlaku di daerah tersebut. Di daerah jawa, makanan pokoknya adalah beras. Berat pengeluaran fidyah adalah 1 mud. Jika dikonversi menurut takaran Indonesia adalah sekitar 7 ons beras.
Apakah diperbolehkan untuk memberi nasi bungkus sebagai fidyah? Jawabanya tidak mencukupi. Melainkan harus menggunakan makanan pokok (beras) secara mentah tanpa dimasak. Sebab, fidyah ini statusnya akan menjadi hak milik bagi mustahiq, bukan menjadi hak guna cepat habis. Al-Nawawi menyinggunya demikian:

وَلَا يُجْزِئُ الدَّقِيقُ وَلَا السَّوِيقُ وَلَا الحَبُّ المَعِيبُ وَلَا القِيمَةُ وَلَا غَيرُ ذَلِكَ مِمَّا سَبَقَ هُنَاكَ

“Tidak mencukupi (pembayaran fidyah) dengan tepung, bubur, biji-bijian yang cacat, uang, dan selain daripada yang telah disebutkan” (al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, [Beirut: Dar al-Fikr, 1347 H], Juz 6, Hal 372)
Kepada siapa fidyah ini disalurkan? Penerima fidyah ini hanya berhak diberikan kepada fakir miskin saja. Sehingga boleh langsung ditasarufkan ke yang bersangkutan atau jika mewakilkannya kepada panitia zakat, maka panitia zakat harus memisahnya dengan beras zakat fitrah dan dapat dialokasikan ke fakir miskin setempat. Al-Nawawi berkata:

وَمَصْرِفُهَا الفُقَرَاءُ أَوِ المَسَاكِينُ. وَكُلُّ مُدٍّ مِنْهَا مُنْفَصِلٌ عَنْ غَيْرِهِ

“Fidyah ditasarufkan kepada fakir atau miskin. Setiap mud dari fidyah tersebut harus terpisah dari selainnya” (al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, [Beirut: Dar al-Fikr, 1347 H], Juz 6, Hal 372)
Lalu, kapan pembayaran fidyah ini dapat dilakukan? Fidyah dapat dilakukan sejak masuknya waktu magrib pada hari yang ditinggalkan puasa. Bahkan diperbolehkan untuk dikeluarkan setelah terbit fajar.
Oleh karenanya, ketika seseorang yang hendak dibayarkan fidyahnya, namun pada hari puasa yang dimaksud masih belum terjadi, maka hal demikian tidak diperbolehkan, sebab uzur tersebut belum wujud. Sehingga, imbasnya adalah ketidak bolehan untuk mentakjil fidyah, yakni membayarkan fidyah di awal-awal Ramadhan untuk hari-hari yang akan ditinggalkan.
Penjelasan tersebut sebagaimana diungkapkan oleh al-Ramli dalam fatwanya berikut:

وَيَتَخَيَّرُ فِي إخْرَاجِهَا بَيْنَ تَأْخِيرِهَا وَبَيْنَ إخْرَاجِ فِدْيَةِ كُلِّ يَوْمٍ فِيهِ أَوْ بَعْدَ فَرَاغِهِ وَلَا يَجُوزُ تَعْجِيلُ شَيْءٍ مِنْهَا لِمَا فِيهِ مِنْ تَقْدِيمِهَا عَلَى وُجُوبِهِ

“Diperkenankan memilih dalam pengeluaran fidyah antara diakhirkan, atau dikeluarkan di setiap hari, atau setelah usai pada hari yang ditinggalkan. Namun, tidak diperbolehkan mentakjil (membayar lebih awal) fidyah, sebab mendahuluinya fidyah daripada kewajiban puasa” (Syihabuddin al-Ramli, Fatawa al-Ramli, [t.tp: al-Maktabah al-Islamiyyah, t.th], Juz 2, Hal 74)
Pembayaran fidyah harus disertai dengan niat, baik dibayarkan sendiri atau diwakilkan oleh orang lain. Hal ini merupakan suatu keharusan sebagaimana kewajiban niat dalam zakat fitrah. Adapun redaksi niat tersebut adalah:

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الفِدْيَةَ فَرْضًا للهِ تَعَالَى

“Aku berniat mengeluarkan fidyah ini fardhu karena Allah Ta’ala”
Demikian paparan singkat terkait teknis pembayaran fidyah. Semoga dapat memberikan pemahaman mendasar bagi seluruh pembaca. Wallahu a’lam…
*   *   *   *
*Muhammad Fashihuddin, S.Ag., M.H: Dewan Asatidz PP Terpadu Al Kamal Blitar.

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *