Peradaban Nusantara, Nasionalisme dan Maulid Nabi Saw (Ngaji dan Ngabdi edisi 123)

Salah satu peradaban Muslim Nusantara adalah tradisi maulid Nabi Saw., yang memang ini telah dilakukan oleh para pendahulu, para khalafah di pemerintahan Islam masa lalu, kemudian merambah Nusantara seiring dengan syiar Islam itu sendiri. Di antara hikmah maulid yang terkoneksi dengan budaya Nusanatara adalah cinta tanah air. (hubbub al-wathan). Sebuah ajaran yang ditanamkan oleh Rasulullah Saw. yang kemudian dapat diteladani oleh umatnya termasuk di dalamnya adalah umat Muhammad yang ada di Nusantara.

لقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah “
Misalnya dalam sebuah riwayat jeng Nabi Dawuh, “al-imamah taj al-arab”, surban itu adalah pakaian mahkota masyarakat Arab, maka di anjurkan bagi masyarakat untuk memakainya. Hal ini dapat dimaknai bahwa Nabi Saw. menjelaskan bahwa pakaian khas Arab adalah surban, untuk itu anggota masyarakat harus menjaganya, menghormati tradisi yang berlaku bagi masyarakat Arab ini. Dengan menjaga ciri khas orang Arab berarti semua elemen Arab akan menunjukkan ciri khasnya, identittasnya, yang dapat mempersatukan seluruh bangsa Arab dengan pakaian ini. Dengan adanya sense of arabs, perasaan bersama sebagai orang Arab, seseorang akan cinta kepada identitas bangsanya, negaranya. Di sinilah sebenarnya seseorang akan cinta kepada tanah airnya, sebagaimana yang dimaksud oleh Rasulullah Saw.
Demikian juga dalam konteks Nusantara, ajaran Rasul ini diajarkan, diperintahkan untuk cinta kepada tanah air, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ini terefleksikan dalam tradisi maulid yang mengajarkan ajaran-ajaran Rasulullah Saw. Di antara ajaran cinta tanah air adalah adanya peringatan hari lahir Nabi Saw. sebagai hari libur nasional, yang artinya maulid Nabi adalah hari yang bersejarah, harus dihormati, dihargai oleh seluruh bangsa Indonesia, tanpa membedakan suku, ras, warna kulit, agama, semuanya harus menghormatinya sebagai hari perayaan secara Nasional. Sikap nasionalisme dalam perayaan maulid ini begitu pentingnya karena dengan masyarakat cinta kepada tanah airnya berarti implikasi dari sikapnya itu dapat mewujudkan kepada sikap taat kepada pemimpin bangsanya. Para pemimpin yang telah mensyiarkan Islam di Nusantara, memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemimpin yang telah mengisi kemerdekaan dengan menjaganya supaya masyarakat dapat menikmati kemerdekaan, taruhlah berjuang dalam ranah ekonomi, pilitik, agama, hukum, social, kemiskinan dan aspek-aspek lain, bagian dari sikap nasionalisme (li hirasah al-din wa siyasah al-dunya), menjaga agama dan urusan-urusan duniawi. Maka maulid Nabi Saw. dapat juga diperingati dengan sisi piritual-diniyah shalawat, juga sisi-sisi sosial (ijtimaiyah) memperjuangkan masyarakat Nusantara supaya menikmati kemerdekaannya.
Ini juga terinspirasi dari ajaran Rasulullah yang memberikan suri tauladan untuk menjaga negara Madinah dalam sebuah perjanjian Madinah (Madinah charter). Di antara kandungan piagam Madinah adalah “ Sesungguhnya mereka satu umat, kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin. Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan. Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang mukminin tidak terdzalimi dan ditentang olehnya. Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan. Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan Muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat kesalahan sekutunya, pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya. Sesungguhnya Yatsrib (Madinah) itu tanahnya haram (suci) bagi warga. Kaum Yahudi Al ‘Aus, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain, perlakuan yang baik dan penuh pendukung piagam Madinah. Ini baru sebagian dari kesepakatan-kesepakatan nasionalisme yang diajarkan Rasulullah.
Yang artinya dalam maulid Nabi Saw., penting kiranya diunggah ajaran-ajaran kebangsaan, sehingga maulid tidak hanya milik umat Islam, tetapi sesuai dengan misinya mengandung makna rahmat bagi seluruh alam, yang di dalamnya adalah nasionalisme (cinta tanah air).
Di samping itu ajaran Rasulullah Saw. yang patut diunggah lagi adalah menjaga tradisi gotong royong, kebersamaan, antar sesama anak bangsa Indonesia. Memang agama yang dibawa Muhammad diturunkan di Arab, tetapi diperuntukkan untuk seluruh umat diseluruh alam raya ini tanpa kecuali. Untuk itu kebersamaan, gotong royong dalam mengisi maulid Nabi, menjaga bangsa ini juga akan memperkuat ikatan emosional kita sebagai warga bangsa, yang satu nusa, satu bangsa, satu bahasa, dapat direfleksikan dalam seremonial maulid Nabi Saw.
Dapat di simak dalam maulid yang dirayakan masyarakat, pemberdayaan umat begitu terekspresikan dalam tradisi maulid ini. Misalnya mereka bersama-sama menyiapkan biaya, peralatan, pembagian para petugas, kebersamaan dalam konsumsi, bersama-sama dalam melantunkan untaian pujian kepada Rasulullah, secara tidak langsung akhirnya menunbuhkan sikap gotong royong yang merupakan identitas bangsa di Nusantara ini. Nilai gotong royong yang sudah ditanamkan oleh Rasulullah dan juga mendapat afirmasi dari tradisi ke-Indonesia-an ini harus dipupuk seiring dengan menguatkan sikap individualistik, sektarianisme, kapitalisme yang merambah peradaban umat manusia di seluruh dunia. Sehingga sebagai warga negara yang baik harus terus berusaha supaya negara ini akan tetap harmonis, disamping kuat dari sisi religiusitasnya, disebabkan oleh tradisi maulid dan nasionalisme yang dapat diintegrasikan di bumi Nusantara ini.
Dengan nasionalisme yang diekspresikan dalam tradisi maulid, juga akan dapat mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maknanya sisi budaya ke-Indonesia-an, dan tradisi keagamaan yang menyatu menjadikan benteng nasionalisme ini menjadi kuat, terhadap tantangan, gangguan dari luar. Tantangan dan gangguan dari luar yang dihadapi masyarakat Indonesia sekarang ini adalah aspek idelogi, liberalisasi dalam berbagai aspeknya, akan dapat ditanggulangi oleh sikap nasionalisme, budaya Nusantara sebagai perekat sesama warga bangsa Indonesia. Dengan pertahanan budaya ini warga masyarakat sudah tidak ada lagi kesenjangan, sekat-sekat sektarianisme, semuanya adalah sama mencintai bangsa dan negaranya, walaupun berbeda keyakinan, kemadhaban, sekte, suku dan wilayah geografisnya.
Dengan semangat gotong royong, nasionalisme, akan terwujud cita-cita bersama sebagai bangsa yaitu mereka dapat hidup sejahtera (welfare) secara bersama. Kesejahteraan sebagai unsur penting dalam kehidupan bangsa ini tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Dengan tradisi maulid Nabi Saw, nasionalisme, gotong royong, persatuan dan kesatuan, potensi ekonomi sebagai hal pokok kesejahteraan juga akan dinikmati secara bersama-sama. Potensi ekonomi dalam perayaan maulid Nabi ini sudah bergerak sedemikian rupa, yang dilakukan dalam mengisi kelahiran tokoh mulia jeng Nabi Muhammad Saw. Misalnya masyarakat secara nasional dapat menggerakkan ekonomi dari sektor pariwisata, perdagangan, perhotelan, logistik, suplay kebutuhan pokok, peredaran uang, konsumsi daging, peralatan dan sektor ekonomi yang lain. Dalam tradisi maulid ini pergerakan ekonomi begitu besarnya dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat, yang latar belakang pelaku ekonominya juga lintas daerah, agama, ras, suku dan lain sebagainya. Untuk itu tradisi maulid Nabi Saw. begitu menampilkan banyak potensi yang tidak hanya bernilai spiritual keagamaan, juga sosial ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan lain sebagainya, yang ini dapat menguatkan sikap nasionalisme kebangsaan sebagai warga negara, tidak hanya umat muslim tetapi semua warga negara Indonesia. Wa Allahu A’lam!
*Pengajar UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan Fungsionaris PCNU Kabupaten Blitar

Tags :

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *