السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْن، فَلَا عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْن. أَشْهَدُ أَنْ لَا إلهَ إِلاَّ اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْن، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ الْأَمِيْن. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْن. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْن، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْن. وَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِي اْلقُرْآنِ الْكَرِيْم: وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ، يَا بُنَيَّ، لَا تُشْرِكْ بِاللهِ، إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْم
Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Shalat Jumat, Rahimakumullah…
Marilah kita senantiasa bersama-sama meningkatkan rasa syukur dan ketakwaan kita kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya takwa. Insya Allah, dengan perantara takwa yang kuat, niscaya Allah akan membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya. Aamiin Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin…
Jamaah shalat Jum’at yang berbahagia…
Mendidik anak untuk menjadi pribadi yang shalih adalah tugas orang tua. Tugas tersebut dibebankan langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai bentuk kewajibannya di dunia. Sukses tidaknya seorang anak, bergantung pada pola pendidikan orang tuanya.
Hadirin yang berbahagia…
Pada fase anak, yang telah memasuki usia 14 hingga 21 tahun, ini tergolong fase anak yang kritis. Maka, posisi orang tua adalah sebagai teman yang selalu menemaninya dalam berdialog dan berkomunikasi, agar anak senantiasa berada dalam jalan yang benar. Sayyiduna Umar bin Khatthab pernah berkata:
لَاعِبْ اِبْنَكَ سَبْعًا، وَأَدِّبْهُ سَبْعًا، وَصَاحِبْهُ سَبْعًا، ثُمَّ أَلْقِ حَبْلَهُ عَلَى غَارِبِهِ
Artinya: “Ajaklah anakmu bermain selama tujuh tahun pertama, lalu didiklah ia selama tujuh tahun kedua, lalu temani ia selama tujuh tahun ketiga, lalu lemparkan tali kekang anakmu di atas punggungnya”.
Ini artinya, pada fase tujuh tahun ketiga adalah fase anak sedang berkembang, untuk mengembangkan nalar berpikir dan nalar kritisnya, maka orang yang paling tepat untuk menemaninya adalah orang tuanya tercintanya.
Jamaah Shalat Jum’at yang dirahmati Allah…
Untuk dapat menemani anak mengembangkan pikirannya menjadi insan yang cerdas, orang tua tidak boleh salah cara. Orang tua perlu belajar dari sosok Luqman al-Hakim. Namanya diabadikan di dalam al-Qur’an sebagai seorang ayah yang dianugerahi ilmu dan amal oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga menjadikannya sebagai pribadi shalih yang bijak dalam menghadapi segala masalah yang ada.
Lantas bagaiamana Luqman al-Hakim mendidik anaknya? Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ، يَا بُنَيَّ، لَا تُشْرِكْ بِاللهِ، إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
Artinya: “Dan ketika Luqman berkata kepada putranya dalam kondisi ia sedang menasehatinya: ‘Wahai putra kasihku, janganlah engkau menyekutukan Allah. Sungguh, kesyirikan adalah tergolong kezaliman yang sangat agung.’” (QS. Luqman: 13)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…
Ayat di atas menggambarkan bahwasanya Luqman al-Hakim sedang menasehati putra kinasihnya. Nasehat pertama yang diberikan adalah perintah untuk bertauhid dan larangan berbuat syirik terhadap Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Pondasi keimanan menjadi sebuah prinsip utama dalam membentuk karakter seorang anak. Semakin kuat keimanan anak, maka kuat pula ketaatannya.
Namun yang menarik untuk kita petik sebagai sebuah pelajaran, adalah bagaimana cara Luqman al-Hakim menyampaikan nasehat kepada anaknya. Setidaknya, ada tiga hal yang bisa kita ambil hikmahnya, antara lain:
Pertama, Memanggil anak dengan panggilan kasih sayang. Pada ayat di atas, Luqman al-Hakim memanggil putranya dengan sebutan “يَا بُنَيَّ”, yang jika diterjemah ke dalam bahasa jawa menjadi “Lee… Nduk… Cah ganteng… Cah ayu…”. Memanggil anak dengan panggilan kasih akan memberi kesan kepadanya, bahwa ia benar-benar anak yang dicintai oleh orang tuanya. Sentuhan pertama yang mengenai hatinya, akan memberikan kesan mendalam pada nasehat yang akan diberikan berikutnya.
Kedua, Memberikan pesan secara singkat yang mudah dipahami oleh anak. Pada ayat di atas, Luqman al-Hakim berpesan kepada anaknya, “Janganlah engkau menyekutukan Allah!”. Pesan yang singkat, namun mengena. Tidak perlu bertele-tele. Sehingga anak dapat menangkap pesan dari orang tuanya dengan baik. Nasehat yang baik, hendaknya disampaikan dengan bahasa yang santun, agar tidak melukai hati sang anak.
Ketiga, Memberikan alasan atas nasehat yang disampaikan. Pada ayat di atas, Luqman al-Hakim memberikan alasan, mengapa tidak boleh menyekutukan Allah. Ia berkata, “Sesungguhnya, kesyirikan tergolong bentuk kezaliman yang sangat agung”. Pemberian alasan ini penting diutarakan, sebab memerintah dan melarang anak tanpa memberi alasan, akan menjadikan anak tidak berkembang nalar pikirnya. Sehingga seakan-akan anak hanya seperti tawanan yang bisa disuruh-suruh tanpa mengerti alasan di balik itu. Anak juga semakin tumpul otaknya dan semakin kesal, sebab orang tuanya hanya pandai menyuruh dan melarang. Alangkah baiknya, nasehat harus diiringi dengan pemberian alasan yang logis, agar anak menjadi bijak dalam mengahadapi segala sesuatu yang dihadapinya.
Jamaah Shalat Jum’at yang berbahagia…
Ketiga cara inilah, apabila diamalkan, insya Allah akan tercipta komunikasi antar orang tua dan anak yang sehat, sehingga keduanya dapat menjalin kenyamanan dan kerukunan, serta dapat mengantarkan anak menjadi pribadi yang shalih dan cerdas.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memudahkan langkah-langkah kita dan senantiasa menjaga kita, kapan dan di manapun kita berada, selama kita selalu berusaha berada dalam ketaatan-Nya. Amin Amin Yaa Rabbal ‘Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْم. وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ، وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْن.
الخطبة الثانية
اَلْحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَر. أَشْهَدُ أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَر. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُه، سَيِّدُ الْإِنْسِ وَالْبَشَر. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ مَا اتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَأُذُنٌ بِخَبَر. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاس، اِتَّقُوا اللهَ، وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَن. وَقَالَ تَعَالٰى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيّ، يَـآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا. اللهم صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
اللهم اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَات، وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَات، اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَات، بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّات. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْوَبَاء، وَالرِّبَا وَالزِّنَا، وَالزَّلَازِلَ وَالْمِحَن، وَسُوْءَ الْفِتَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُوْنِيْسِيَا هٰذَا خَاصَّةً، وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً، إِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاء. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن.
عِبَادَ الله، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَان، وَإِيْتَآءِ ذِي الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْن. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَاسْئَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ…
*Disusun oleh Ust. Muhammad Fashihuddin, Dewan Asatidz Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Blitar dan Aktif di PAC GP Ansor Kalidawir Tulungagung