Renungan Hari Raya 2025: Ediri Ngaji dan Ngabdi 141

Sebagai lanjutan paparan sebelumnya, ketika sudah berakhir Ramadhan, Allah dalam surat Al-Baqarah mengingatkan,

…وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ۝١٨٥

(Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur)
Pertama, Allah memerintahkan untuk menyempurnakan-mencukupkan bilangan (litukmilul idah) ibadah, tidak boleh kurang, malah harus disempurnakan, dengan berbagai paket ramadhan, baik sunnah atau wajib, dan ini banyak sekali semua aspek kebaikan kita yang dapat bernilai menyempurnakan ibadah. Ada zakat mal, zakat fitrah, shadaqah, i’tikaf, sholat malam, qira’atul Quran, santunan, laylatu qadar dan lain-lain, yang semuanya beribadah yang menyempurnakan ibadah di bulan ramdahan.
Kedua, walitukabirullaha ala ma hadakum, supaya kamu mengagungkan Allah atas semua hidayahnya. Paketan ibadah Ramadhan membuat seorang hamba mendapatkan hidayah, mendapatkan petunjuk untuk menjadi orang yang bertaqwa. Ini semua adalah hidayah Allah, bimbingan Allah, pertolongan Allah, sehingga ketika seorang hamba dapat memaksimalkan hidayah Allah dalam syariat Ramadhan, maka dia akan menyaksikan kebesaran Allah, menyadari kekerdilan hamba manusia, yang selalu beribadah, selalu butuh kepada yang lain, selalu ada ketergantungan, maka ketika menyadari ini seorang hamba akan bertakbir Allah akbar walillahi al-hamdu”. Sebagai ekspresi kenikmatan yang dia peroleh selama menjalani tradisi ibadah di bulan Ramadhan. Dalam bahasa Al-Ghazali dia dalam tahapan tajalli, dapat menyaksikan Allah dalam hidupnya. Inilah seorang yang telah melewati fase takhalli, mengosongkan diri dari segala keburukan, tahalli menghiasi diri dengan ibadah dan sifat-sifat Allah dan tajalli dia dapat menyaksikan kebesaran Allah.
Ketiga adalah, la’alakum tasykurun, supaya kamu bersyukur, supaya kamu mengembalikan semuanya kepada Allah, al-hamdulillaah, segala puji bagi Allah, dzat yang telah memberikan hidayah kepada seseorang, sehingga dapat beribadah di bulan Ramadhan, mencapai puncak tertinggi dalam beribadah, mendekatkan diri kepada Allah, terkabulkannya doa, keistiqamahan, muqarrabah, muraqabah, dan seterusnya.
Terakhir tentang tahniah. Ada ungkapan, formalitas untuk meminta maaf dan memaafkan, ekspresi orang yang bertaqwa kepada Allah. Dalam Alquran disebutkan bahwa orang yang bertakwa adalah, orang yang selalu berinfaq, orang yang dapat menahan amarah, orang mempunyai sifat pemaaf, orang yang dapat berbuat ihsan, orang yang apabila melakukan dosa segera ingat Allah seraya bertaubat. Berhubungan dengan pemaaf, Al-Ghazali membagi ke dalam beberapa macam, sari’u ghadlab bathi’u ridla (cepat marah, lambat/tidak cepat memaafkan), bati’u al-ghadlab, sariu al-ridla (tidak cepat marah, cepat ridla), bati’u al-ghadlab bathiu al-ridla (tidak cepat marah, juga tidak cepat ridla), Sari’u al-ghadlab sari’u al-ridla (cepat marah, juga cepat ridla).
Selanjutnya ada paparan teknis tentang penjelasan tahniah,

وَتُسَنُّ التَّهْنِئَةُ بِالْعِيدِ وَنَحْوِهِ مِنْ الْعَامِ وَالشَّهْرِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ مَعَ الْمُصَافَحَةِ إنْ اتَّحَدَ الْجِنْسُ فَلَا يُصَافِحُ الرَّجُلُ الْمَرْأَةَ وَلَا عَكْسُهُ وَمِثْلُهَا الْأَمْرَدُ الْجَمِيلُ وَتُسَنُّ إجَابَتُهَا بِنَحْوِ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنْكُمْ أَحْيَاكُمْ اللَّهُ لِأَمْثَالِهِ كُلَّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

(disunnahkan mengungkapkan kegembiraan tentang hari raya dan yang lainya dalam tahun tertentu atau bulan, disertai dengan bersalam-salaman jika keduanya sesama jenis, tidak boleh bersalaman dengan lawan jenis, juga dengan hukum yang sama adalah amrad  yang tampan, dan disunnahkan membalasnya dengan ucapan taqabbalallahu minkum semoga Allah memberikan kehidupan yang kepada kamu semua)
 Maka mari dijaga bersama-sama semangat Ramadhan selama satu bulan ini,  di istiqamahkan dalam kehidupan sehari-hari di luar Ramadhan. Dengan begitu keberkahan Ramadhan sebagaimana dapat dilihat bersama-sama memberikan kebaikan kepada semua umat manusia tanpa kecuali, tidak hanya umat Muhammad tetapi umat-umat lain yang mendapat keberkahan dari Ramadhan. Semoga universalitas keberkahan Ramadhan juga akan memberikan hidayah kepada semuanya, yang sudah muslim lebih rajin beribadah, yang belum muslim segera mengucapkan kalimat syahadat. Akhirnya nanti universalitas Ramadhan benar-benar dirasakan oleh umat manusia secara keseluruhan sebagaimana dawuh-Nya “wa ma arsalnaka illa rahmatan li al-alamin”.
Pasca sholat hari raya tradisi di masjid musholla, mengadakan makan bersama berupa berkat atau ambeng dan tumpeng. Di sini  aktivitas memupuk kebersamaan dengan media makanan dan minuman. Mereka dari keluarga kerabat atau masyrakat sekitar duduk bersama, berdoa bersama, bercengkrama bersama, bergurau bersama dan makan bersama. Begitulah indahnya hari raya dalam tradisi Jawa yang diisi tidak hanya ritualitas ibadah tetapi juga digabung dengan aspek ijtimaiyah, hubungan sosial sesama manusia sebagai hamba Allah.
Inilah kemudian oleh masyrakat kita dari berbagai lembaga-lembaga pemerintah, organisasi kemasyarakatan, masjid, musholla dan lain-lain memfromalisasikan tradisi saling shilaturahim dan memaafkan denngan sebutan halal bil halal, saling memaafkan. Sebuah ekspresi masyarakat muslimdalam mengamalkan ajaran agamanya berupa saling memaafkan, saling ridlo, saling lapang dada, saling bersifat sabar dan saling menyadari sebagai hamba Allah yang berbuat kesalahan dan menerima kesalahan orang lain. Inilah sejatinya manusia yang tidak sempurna, selalu ada kekurangan di berbagai sisinya, baik fisiknya, sifatnya, materi nya, bahkan sisi bathinnya, selalu diliputi kekurangan, dan yang sempurna dan maha besar hanya Allah swt. Allahu akbar wa lillahi al-hamdu!.
*Penulis : Prof. Dr. KH. Asmawi Mahfudz, M.Ag (Pengajar UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Yayasan Bayturrahman Bendosari, Fungsionaris NU dan Pengasuh PP al-Kamal Blitar)

Tags :

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *