KKN dan Pengabdian Masyarakat: Menuju Transformasi Fiqih Pertanahan

Oleh: Dr. KH. Asmawi Mahfudz, M. Ag.*
Kuliah kerja Nyata yang kemudian disebut KKN adalah bagian dari rutinitas kegiatan yang harus dilakukan oleh mahasiswa yang sudah menyelesaikan beberapa teori akademik di bangku perkuliahan. Dalam struktur kurikulum perguruan tinggi, KKN biasanya diletakkan di semester 6 sesudah mahasiswa menyelesaikan minimal sekitar 100 sistem kredit semesternya(SKS). Waktu pelaksanaan KKN biasanya sekitar 1 bulan atau lebih tergantung sebuah perguruan tinggi menyusun time schedule pelaksanaanya. Kegiatan KKN itu begitu penting diberikan kepada mahasiswa dikarenakan beberapa hal. Pertama. Mahasiswa diharapkan dapat mengaktualisasi dirinya di tengah-tengah masyarakat yang ditempati KKN. Sebagaimana diketahui bahwa mahasiswa selama ini lebih banyak berkecimpung dengan urusan teori yang bersifat individualistis kurang melihat sesuatu yang ada di luar dirinya, sebuah masyarakat yang di dalamnya banyak sekali masalah, kegiatan, program, yang memerlukan pendampingan-pendampingan atau pemberdayaan.
Dengan mempertemukan mahasiswa dengan dunia di luar dirinya diharapkan mahasiswa mampu melihat kenyataan hidup yang nantinya dia alami di masa yang akan datang. Sehingga apa yang menjadi kekurangan atau kelebihan dirinya dapat dia temukan. Apakah mahasiswa peserta KKN tersebut mempunyai beberapa potensi-potensi diri atau kekuarangan-kekurangan-kekurangan yang harus disempurnakan. Akhirnya dengan KKN mahasiswa paham terhadap dirinya bahwa dia orang yang mempunyai potensi demikian atau kekurangan yang harus segera dia tutupi. Ini penting bagi peserta KKN, supaya segera ada iniatif dari mahasiswa itu sendiri untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Kedua adalah aplikasi ilmu yang telah didapatkan di bangku perkuliahan. Di season akademik perkuliahan para mahasiswa mendapatkan teori-teori ilmu pengetahuan yang banyak sekali, mulai ilmu pendidikan, ilmu hukum, sosiologi, filsafat, ilmu agama Islam, dan sebagainya. Kemudian ilmu-ilmu yang telah mereka dapatkan tersebut di transfer ke tengah-tengah masyarakat. Dengan adanya tranformasi ilmu pengetahuan ini mahasiswa akan mendapatkan pengalaman berharga tentang relevansi keilmuannya dan kualitasnya. Apakah ilmu yang dia kuasai masih relevan dengan kebutuhan masyarakat atau tidak. Taruhlah tentang ilmu sosiologi Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan perubahan-perubahan yang ada dalam masyarakat. Menurut teori tahun 60 an, dikutip dari Clifort Geert ditemukan bahwa struktur social masyarakat Jawa terdiri dari kelompokm Abangan, Priyayi dan Santri. Teori ini akan relevan kita terapkan di era di mana ilmu social geert tersebut ditemukan. Tapi untuk masa sekarang, dengan adanya dinamika masyarakat pasti ada perubahan-perubahan, yang belum tentu teori itu relevan untuk membaca struktur masyarakat jawa sekarang ini. Untuk itu mahasiswa peserta KKN pada tahapan tranformasi teori ini dapat mengetahui relevansi teori yang dia kuasai, tak terkecuali berhubungan dengan teori-teori ilmu keIslaman.
Dalam konteks kegiatan kuliah kerja nyata ini, coba kita melihat konsep hukum Islam tentang pembukaan atau pemberdayaan hutan atau lahan pertanian. Yang dikenal dengan ihya al mawat (menghidupkan bumi yang mati atau membuka lahan baru. Konsep fiqih ini berusaha membuka lahan baru atau tanah mati dan belum pernah ditanami dan dikerjakan oleh siapapun yang belum diketahui siapa pemiliknya sehingga tanah tersebut dapat memberikan manfaat untuk tempat tinggal, bercocok tanam, dan sebagainya. Misalnya membuka hutan untuk pertanian.
Dalam perspektif Islam ihyaul mawat hukumnya adalah boleh (jawaz) dengan dua syarat: Orang yang membuka seorang muslim dan tanah yang dibuka masih bebas. Sekilas terdapat dasar hukum dari Hadits, yang artinya “ barang siapa yang membuka tanah baru, maka tanah itu menjadi milikny. al-Tirmidhi” . Apabila tanah tersebut di buka sudah ada hak miliknya, maka membuka tanah itu boleh dengan seizing pemiliknya.
Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam memberdayakan lahan dalam kacamata hukum Islam, di antara nya, lahan atau bumi tersebut tidak bertuan, jauh dari bangunan perumahan, belum ada dugaan yang menghuninya, dalam mengelola dikembalikan kepada adat kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat sekitarnya, misalnya tentang pagar, patok perbatasanpintu masuk, pepohonan yang ditanami dan lain sebagainya, pengelola mempunyai kemampuan untuk memberdayakannya.
Sekelumit tentang fiqih ihya’ al-mawat, dapat kita sinergikan dengan dua tujuan KKN di atas yaitu aktualisasi diri dan tranformasi ilmu. Kita yakini bahwa mayoritas mahasiswa IAIN Tulungagung adalah individu-individu yang mendalami ilmu agama Islam. Artinya kapasitas untuk memahami dan menguasai fiqih ihyaul mawat ada dalam diri mereka. Sedangkan lokasi KKN rata-rata adalah masyarakat yang berada dipinggiran Hutan. Ini kemudian dipandang sebagai sebuah potensi antara ilmu mahasiswa dan potensi masyarakat.
Perlu dicoba aktualisasi diri ilmu ihya’ al-mawat (pemberdayaan lahan) dihadapkan dengan problematika masyarakat di sekitar hutan. Mahasiswa akan mendapati dirinya ketika di tengah-tengah realitas social masyarakat, ternyata ilmu yang dia kuasasi sangat bermanfaat, ilmu yang dia kuasasi mempunyai kekuarangan, ilmu yang dia kuasasi masih belum memenuhi kebutuhan lapangan masyarakat disekitar hutan, dibutuhkan pemberdayaan ulang lagi tentang ilmu-ilmu yang dia kuasasi, atau bahkan ilmu yang dia kuasasi sudah tidak relevan lagi dengan masyarakat pinggiran, dan seabrek problem akan dia temukan selama menjalani KKN di masyarakat.
Inilah yang diharapkan, ketika mahasiswa menemukan banyak masalah masyarakat, kemudian memuncuklan masalah dalam dirinya sendiri, karena ternyata ilmu jauh dari panggang yang diharapkan, ada upaya-upaya atau inovasi dari mahasiswa untuk menyelesaikan problem-problem tersebut, baik pada saat masih KKN atau sesudahnya. Akhirnya Mahasiswa memperoleh pengalaman dan ilmu baru yang tidak ternilai harganya. Bahkan ilmu-ilmu yang tidak dia temukan di referensi-referensi perpustakaan kampus. Di sinilah sebenarnya filosofi KKN sebagai kegiatan pengabdian masyarakat dalam paket tridarma Perguruan Tinggi.
Dalam kasus KKN di IAIN Tulungagung yang mengambil tempat di tiga kabupaten, yaitu Trenggalek, Tulungagung, dan Blitar. Mahasiswa dapat identifikasi masalah-masalah tanah kehutanan yang masih miskin manfaatnya kemudian bekerjasama dengan masyarakat sekitar atau dinas pertanian dan kehutanan untuk memberikan bibit-bibit tanaman untuk memberdayakannya, banyak lahan-lahan di masyarakat pinggiran Hutan yang belum jelas kepemilikannya, bekerjasama dengan pemerintah desa serta Badan Pertanahan (BPN) terdekat untuk di adakan sertifikasi tanah secara gratis dan massal atau program ini dapat juga diisi dengan sertifikasi tanah wakaf, kalu memang berhubungan dengan kepemilikan umat. Bisa juga melakukan sosialisasi tentang fiqih pertanahan dan kehutanan (ihya’ al-mawat) dan Undang-Undang Agraria kepada masyarakat sehingga masyarakat mampu mengisi potensi mereka dengan sesuatu yang lebih berkualitas dan bernilai ibadah. Program lain mungkin dapat ditawarkan adalah tentang perbaikan irigasi, gotong royong untuk membuat desa lebih rindang dan bersih. Banyak sekali yang bisa dilakukan oleh mahasiswa peserta KKN dalam rangka tranformasi ilmu pengetahuan dan mensinergikan antara ilmu dan realitas empiris di lapangan. Semoga sukses dan bermanfaat!.
*Pengajar IAIN Tulungagung, Musytasyar NU Blitar dan Pengasuh PP al-Kamal Blitar

Tags :

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *