Epistemologi Fiqih Bisnis

Masih meneruskan kuliah kemarin tentang fiqih bisnis, kajian terhadap sumber-sumber pengetahuan dalam fiqih bisnis dalam Islam. Tentunya karena ilmu fiqih masuk kategori ilmu-ilmu keislaman, maka dasar-dasar pengetahuan yang paling utama adalah wahyu, yakni al-Quran dan Hadits. Dalam al-Quran banyak dijelaskan ayat-ayat hukum yang menurut Wahab Khalaf disimpulkan ada sekitar 500 ayat. Ayat hukum ini meliputi ibadah, muamalah. Ayat-ayat muamalah dalam al Quran menjelaskan etika atau adab manusia melaksanakan interaksi sosial bersama sesama, baik jual beli, gadai, utang piutang, bagi hasil, pinjaman, larangan riba, mencuri, pertanian, zakat, infaq, hibah, wakaf dan sebagainya.
Nash al Quran memberikan dasar-dasar pengetahuan untuk berbisnis secara global, mujmal yang bisa dijadikan pegangan bagi seorang muslim untuk dapat mengembangkan potensi bisnisnya secara baik, tidak menindas, adil, jujur, amanah, ada nilai-nilai utilitas, kemanfaatan bagi umat manusia. Tinggal manusia dapat menggalinya secara obyektif, terukur sesuai dengan kemampuannya. Untuk itu penting melakukan tafsir terhadap ayat-ayat bisnis, tentunya dengan koridor ilmu tafsir yang telah dibuat oleh para ulama-ulama terdahulu. Bisa tafsir ma’tsur, dengan ma’qul, atau tafsir-tafsir modern kekinian dengan perangkat-perangkat modern juga. Misalnya tafsir Al-Sya’rawi, al-Maraghi, al-Misbah, marah lubaid Nawawi Banten, tafsir ahkam Rawa’iul Bayan. Dengan pendekatan yang digunakan para ulama tafsir itu kita dapat memahami tafsir ayat-ayat bisnis yang ada dalam al-Quran. Artinya pengetahuan fiqih bisnis diketahui dari nash yang karena bidangnya muamalah, tentunya banyak konsep-konsep penafsiran dipakai untuk memahami maksud ayat bisnis dalam al-Quran. Baik berbasis naqli atau tafsir ra’yi atau tafsir modern sekarang ini. Sehingga nanti model penafsirannya pun juga sifatnya interpretable, multi tafsir dan kebenarannya pun juga beragam. Misalnya ketika mufasir menafsirkan ayat tentang nafaqah sebagai sumber ekonomi keluarga, muncul konsep beragam tentang nafaqah terhadap keluarga. Belum lagi konsep-konsep hasil tafsir bisnis yang lebih dinamis, dalam budaya dan suasana yang dinamis.
Dasar Pengetahuan kedua ilmu fiqih Bisnis Islam adalah Sunnah. Sunnah mempunyai fungsi sebagai penjelas dari al-Qur’an. Sesuatu yang belum diatur, belum dijelaskan secara praktis dalam Al-Qur’an dijelaskan oleh Sunnah Nabi Saw. Hanya yang menjadi persoalan adalah Sunnah Nabi disabdakan, dipraktikan oleh Nabi sejak 15 abad yang lalu, maka historisitas yang panjang ini membutuhkan seleksi yang lebih ketat lagi dibanding dengan al-Qur’an yang dijamin orisinalitasnya oleh Allah SWT. Hadits sebagai dawuh Nabi semasa hidup membutuhkan daya kritisisme yang tinggi untuk memperoleh tingkat kualifikasi hadits yang shahih. Untuk pemahaman konten haditsnya mungkin ini sama dengan al-Qur’an, pasca wafatnya nabi membutuhkan penafsiran-penafsiran yang kontekstual sehingga apa yang didawuhkan, dipraktikkan oleh Nabi benar-benar mendapatkan relevansinya dalam konteks sosial kekinian. Membicarakan masalah riba, mata uang yang berlaku, pengertian hutang piutang, profit sharing dan praktik ekonomi yang lain. Karena mungkin saja praktik muamalah pada masa Nabi berbeda dengan praktik muamalah dengan operasi sekarang, walaupun sebenarnya maksud dan tujuannya adalah sama. Ini membutuhkan ilmu-ilmu bantu dalam memahami maksud Sunnah di relevansinya dengan masa sekarang.
Dasar pengetahuan ketiga dari ilmu fiqih bisnis adalah ra’yu (akal pikiran). Dalam dunia filsafat disebut dengan rasionalisme. Artinya, pengetahuan yang didapat dari hasil berpikir manusia dalam hubungannya dengan praktik muamalah dapat dijadikan dasar praktik muamalah. Mungkin hasil berpikir proses dari usaha berpikir ilmiyah para mujtahid dalam membuat konsepsi-konsepsi fiqih muamalah dapat dijadikan sumber pengetahuan. Ini dapat ditemukan dalam bangunan fiqih-fiqih yang tertuang dalam kitab-kitab kuning. Dalam kitab-kitab kuning karya ulama abad pertengahan itu sampai sekarang juga masih menjadi referensi dalam membuat aturan-aturan fiqih muamalah modern. Misalnya kitab fiqih karya tokoh-tokoh madzhab. Misalnnya kitab al-Risalah syafii, Majmuk karya Imam Nawawi, Bidayat al Mujtahid karya Ibn Ryusd, dan i’lam al-Muwaqiin. Khazanah turaz imam madzhab itu sebagai contoh proses rasionalisasi pemikir Hukum Islam dalam mengkonsepsikan aturan-aturan fiqih untuk dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian masa-masa sesudahnya produk-produk fiqih akhirnya juga menjadikan referensi kitab kuning sebagai dasar-dasar pengetahuannya. Ini tentunya tidak terlepas dari dasar pengetahuan sebelumnya dari wahyu al-Qur’an atau al-Sunnah. Dari pendektan rasionalisme inilah karya atau produk pemikiran hukum Islam, dalam hal ini fiqih bisnis, mengalami dinamikanya, tidak ketinggalan. Historisitas fiqih bisnis dari masa-ke masa selalu ada konsep baru. Misalnya dalam bisnis jual beli, praktiknya di masyarakat sekarang begitu dinamis, mulai jual beli manual, jual beli model antar, jual beli memakai kartu, jual beli online, jual beli melalui agen dan sebagainya. Hal ini tidak terlepas dari proses rasionalisasi fiqih bisnis. Demikian juga dalam hal fatwa oleh lembaga atau perorangan juga begitu dinamisnya, sesuai dengan metodenya masing-masing.
Dasar pengetahuan yang keempat dari ilmu fiqih bisnis adalah pengetahuan empiris. Bidang bisnis dalah lahan garapan dari pengalaman manusia di kehidupan nyatanya. Praktik empiris dari perilakunya sehari-hari menjadi dasar pengetahuan tersendiri dalam membuat konsepsi-konsepsi fiqih. Ini dapat kita ilustrasikan dalam praktik bisnis saudara-saudara di pasar, supermarket, pertokoan, di lingkungan rumah tangga, di desa-desa, di kota-kota. Praktik bisnis mereka dalam miliunya ini menjadi dasar pengetahuan. Misalnya praktik bercocok tanam pertanian masyarakat Arab, masyarakat Eropa, masyarakat Indonesia bisa jadi mempunyai pengalaman tersendiri yang tidak sama dengan negara atau wilayah yang lain. Ini dalam usul fiqih biasanya disebut dengan adat atau urf. Ini menjadi pengetahuan yang diperhitungkan dalam membangun fiqih bisnis Islam. Misalnya pengalaman jual beli, atau bagi hasil di Indonesia menjadi dasar pengetahuan sendiri bagi konsepsi fiqih bisnis Indonesia. Maknanya konstruksi sosiologis masyarakat dapat dijadikan landasan pengetahuan fiqih Bisnis. Biar menjadi lebih jelas praktik dagang, praktik perniagaan, praktik pertanian, praktik utang piutang dan lain sebagainya.
Sehingga kalau kita rangkum dasar pengetahuan dalam fiqih bisnis Islam bersumber dari wahyu, al-Qur’an dan hadits, Ra’yu, akal pikiran dan dasar empiris realitas di lapangan. Dialektika dari empat sumber ini menjadikan fiqih bisnis Islam harus dinamis, terus berproses secara terus-menerus seiring dinamika masyarakat. Hanya berbagai dasar pengetahuan ini mempunyai karakteristiknya sendiri-sendiri. Pengetahuan wahyu bersifat sakral, normatif. Pengetahuan rasionalisme bersifaf positifistik, pengetahuan empiris sifatnya sosiologis dan berubah-ubah. Maka metode untuk memahaminya pun sesuai dengan sumber pengetahuannya, yakni juga menggunakan pendekatan normatif, deduktif, pendekatan positifistik dan pendekatan induktif-empiris-profan. Dengan berbagai pendekatan dalam pemahaman sumber ilmu, maka akan didapatkan fiqih bisnis yang konteks dan relevan dengan kondisi manusia itu sendiri dalam mengatur perbuatan-perbuatannya.
Dari berbagai sumber ilmu pengetahuan itu akhirya lahirlah berbagai disiplin ilmu. Dari pengetahuan yang sifatnya tetap, ajeg, lahirlah ilmu-ilmu eksak, natural sciences. Sementara dari pengetahuan yang sifatnya berubah-ubah lahirlah social sciences, ilmu-ilmu sosial. Pertanyaannya kemudian, bagi ilmu-ilmu keislaman yang berdimensi wahyu yang qath’i masuk katagori ilmu eksac sementara bagi wahyu yang sifatnya interpretatif, masuk katagori ilmu-ilmu sosial. Dalam ilmu-ilmu keislaman ada dialektika antara positifistic yang ajeg, juga empirisme yang berubah-rubah. Inilah kemudian yang melatarbelakangi adanya usaha untuk menyatukan ilmu pengetahuan, integrasi. Dari integrasi inilah dalam kelembagaan Islam di Indonesia lahirlah Universitas Islam Negeri. Sebuah ikhtiyar dalam rangka menyampaikan ilmu pengetahuan Islam dalam sebuah institusi akademik. Maka sekarang di Universitas Islam negeri juga ditawarkan prodi-prodi ilmu-ilmu eksac murni, seperti ekonomi syariah, matematika, kedokteran, akuntansi, bisnis, selain prodi-prodi agama yang memang sudah matang sejak berdirinya Institut Agama Islam Negeri. Fakultas pun juga mencakup ilmu agama, ilmu eksact dan sosial humaniora. Semoga ijtihad para ilmuwan Indonesia benar-benar bisa mewujudkan risalah islamiyah yang sifatnya rahmatan lil ‘alamin, atau universal. Artinya Universalisme Islam terealisasikan dalam dunia akademik, ilmu pengetahuan. Aamiin.
Tentang penulis: Dr. KH. Asmawi Mahfudz, M.Ag adalah pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar, dan juga dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung.

Tags :

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *