Tradisi Moderatisme Islam meraih Masa Keemasan, Perspektif Historis Sosiologis

عليك باوساط الامورفانها    # طريق الى نهج الصراط قويم (مراقى العبودية

Berpeganglah kamu kepada perkara yang moderat, karena itu cara menempuh jalan yang lurus (Nawawi Banten)
Dalam ajaran Islam sikap moderatisme telah dimulai sejak zaman Rasulullah, Sahabat, imam Madhab, sampai sekarang. Selalu ada dialektika antara dua kutub ekstrem, dan solusinya adalah jalan tengah, moderat (wasathiyah). Dalam ilmu kalam ketika ada perbedaan antara qadariyah yang menekankan aspek kemampuan manusia dan jabariyah yang menekankan aspek kepasrahan kepada Allah, munculah Asyariyah, yang mengakomodasi qudrah Allah dan kemampuan hamba. Dalam tradisi politik juga terjadi perbedaan antara kelompok ekstrim khawarij dan syi’i akhirnya munculah konsep pemikiran politik Sunni yang selalu mengambil jalan tengah. Dalam madhhab hukum perbedaan antara ahl ra’yi yang dimotori madhab Hanafi yang rasionalis, dengan ahli hadits dengan tokohnya imam Malik, muncullah tokoh yang menjembatani yaitu Muhammad bin Idris Al-Syafii.
Artinya konsep-konsep moderatisme selalu akan menjadi solusi dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat kita sejak dahulu pada masa awal-awal Islam baru membangun hukum Islam sampai sekarang. Maka dalam hukum Islam terkenal prinsip al-huruj min al-Khilaf Mustahab, keluar dari perbedaan pendapat para ulama hukumnya adalah sunnah.
Dalam konteنs hukum Islam yang lain, kita membaca kitab yang berisi tentang moderatisme dalam hukum Islam yang ditulis oleh Abdul Wahab al-Sya’rani berjudul Mizan Al-Kubra, dalam kitab ini dipaparkan konsep untuk mencari jalan tengah dan keseimbangan dalam perbedaan hukum Islam. Di sini ada konsep aqwiya’ (orang orang yang kuat) dan dhuafa’ (orang orang lemah). Artinya dalam perbedaan hukum Islam apabila terjadi perbedaan pendapat maka satu pendapat yaang berat (al-syadidah) dikhususkan untuk orang-orang yang kuat, sedang pendapat yang ringan (khafifah) diperuntukkan untuk orang-orang yang lemah. Dalam buku ini dipaparkan mulai perbedaan pendapat dalam hukum thaharah, muamalah, nikah, pidana, politik, peradilan, dan seterusnya, semua disikapinya dengan menjaga keseimbangan (mizan) pemikiran hukum yang dihasilkan oleh para fuqaha’.
Maknanya, moderatisme Islam dalam menjaga keseimbangan ini dapat kita contoh dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama di Nusantara ini. Agar terwujud keserasian, kebersamaan, kasih sayang antar sesama manusia. Sebagaimana dawuh kanjeng Nabi اختلاف امتي رحمة perbedaan pendapat antar umatku adalah wujud rahmat, kasih sayang yang ada di muka bumi ini.
Belajar dari Andalusia
Riwayat sejarah mengatakan bahwa Islam masuk Spanyol pada tahun 711 M, masa dimana Spanyol dan Eropa masa itu masih gelap, belum berperadaban maju, masih terbelakang dan becek. Digambarkan oleh oleh al-Syiba’i bahwa masa ketika Islam masuk ke Spanyol, di Eropa atau barat basih gelap, sedang perubahan-perubahan yang di bawa Islam ke Spanyol sangatlah maju, baik dari sisi ilmu pengetahuan, seni, budaya, sosial, keagamaan. Bahkan digambarkan pada masa keemasan di Spanyol ilmuwan-ilmuwan barat dahulu bergurunya kepada perguruan-perguruan Islam. Tokoh-tokoh yang berperan dalam penyiaran atau perkembangan Islam di Spanyol atau Andalusia adalah Tharif Ibn Malik, Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nashr. Tharif bin Malik sebagai perintis masuknya Islam di Spanyol, Thariq bin Ziyad sebagai penakluk seterusnya Musa bin Nashr adalah mendorong sehingga pengembangan Islam di Andalusia ini lebih sukses, dan semuanya adalah dikirim oleh khalifah al-Walid, khalifah Umayah di Damasykus.
Pada awalnya Andalusia awal dipimpin oleh para wali yang diangkat oleh khalifah bani Umayah di Damasykus, hanya saja soliditas politik di sana belum sempurna, karena harap diketahui bahwa struktur sosial di Andalusia adalah heterogen, plural. Semula model keagamaannya mayoritas adalah non-Muslim. Di sisi lain kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad juga masih eksis. Maka untuk mengembangkan diri di Spanyol tentunya ada tantangan dari penguasa muslim saat itu yaitu Abbasiyah di Baghdad, juga tantangan dari warga asli Spanyol sendiri. Pada periode selanjutnya yakni 755 ke atas, Spanyol diperintah oleh para Gubernur atau Amiir, tetap tidak mau tunduk kepada kekhalifahan yang ada di Badghad yaitu khalifah Abasiyah.
Setelah dirasa soliditas politik penguasa Umayah di Spanyol lebih baik, Spanyol diperintah oleh khalifah. Masa inilah Umat Islam mencapai puncak keemasannya, yang dapat mengimbangi kemajuan Baghdad oleh Abbasiyah. Pada masa ini khalifah dapat mendirikan Universitas Cordoba, Istana dengan seni budaya tinggi yaitu istana al-Hamra. Juga pada masa ini kita akan mendapati beberapa ilmuwan-ilmuwan muslim hasil dari masa keemasan Muslim di Spanyol. Kita mendapati kitab tafsir babon yaitu tafsir al-Qurtubi, kitab fiqih bidayat al-Mujtahid oleh Ibn Ruysd, kitab fiqih al-Muhalla bi al-Atsar, kitab ushul al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam oleh Ibn Hazm al-Andalusi, filosof Ibn Arabi, al-Syatibi, para tokoh bahasa semisal Imam Khalil, pengarang al-fiyah Ibn malik. Bahkan dalam orang-orang Indonesia, ketika ingin membangun rumah biasanya juga meniru arsitektur spanyolan dan lain sebagianya.
Dari hasil karya dan kreatifitas khalifah sehingga menghasilkan berbagai produktifitas karya di atas, mencerminkan masa keemasan kehidupan sosial politik, ekonomi, keagamaan, budaya, dari penguasa muslim masa itu. Dari karya-karya ini juga yang sifatnya variatif, dan dengan cara pandang yang plural itu mencerminkan tingkat kosmopolitanisme Islam di Spanyol. Kita bisa baca juga kitab karangan Ibn hazm al-Andalusi, al-milal wa al-nihal yang berisi tentang perbedaan agama. Artinya Ibn Hazm menulis kitab itu karena dia menyadari potensi perbedaan agama masyarakat Andalusia dimana Ibn Hazm hidup. Dengan perbedaan agama juga keemasan peradaban yang dicapai penguasa Muslim di spanyol ini, menunjukkan tingkat pemahaman dan keharmonisan masyarakat, sehingga mengantarkan Andalusia kepada puncak kejayaannya. Jika kita juga membaca kitab al-Fiyah Ibn Malik, di sana juga menampilkan perbedaan pendapat antara madhhab Kufah dan Bashrah, yang ini juga menujukkan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan di Spanyol. Belum lagi kalau kita baca filsafat Islamnya, madhhab hukumnya yang juga bervariatif. Sungguh mencerminkan tingkat kecermelangan kebudayaan Islam masa Spanyol. Walaupun secara madhhab hukum Islam yang banyak diikuti oleh muslim Spanyol adalah madhhab Maliki.
Tetapi masa kejayaan sebuah penguasa atau rezim, tergantung bagaimana penguasa itu dapat menjaga tingkat kemajuan itu tetap eksis dan kuat baik secara internal maupun dari tantangan dari eksternalnya. Pada tahun 1000-an keatas, Spanyol nampaknya terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang kemudian disebut dengan muluk al-thawaif. Masa ini kondisi internal kekuasaan Islam mulai mengalami pertikaian secara Internal. Tetapi walaupun demikian di sana ada penguasa yang namaya Murabithun dan Muwahiddun, yang juga mempunyai kekuatan yang diperhitungkan disana, selain kerajaan yang ada di Sevilla, Toledo, Granada dan sebagainya. Sampai pada saat tertentu Islam hanya berkuasa di Granada saja.
Wacana menampilkan Islam rahmah, untuk menghadirkan Islam dalam berbudaya dan peradaban sebagaimana dahulu Andalusia mencapai puncak keemasannya. Dalam beberapa karya pemikir muslim Andalusia selalu berbasis perbedaan. Ibn Rusyd dengan karya bidayat al-mujtahidnya, sebuah buku tentang perbedaan pendapat ulama fiqih, al-Syatibi mempunyai karya al-muwafaqat,sebagai maqnum opus memahami Syariah dengan dengan pendekatan filosofis, Ibn Hazm punya al-Muhalla bi al-Atsar dan al-Milal wa al-nihal sebuah karya tentang perbandingan Agama. Dalam disiplin ilmu sastra atau Bahasa kaidah-kaidah Arab masa Andalusia, misal al-Fiyah Ibn Malik, ilmu Arudl, tafsir al-Qurtubi. Semua karya ulama itu semua berbasis perbedaan dan membawa peradaban Islam mencapai keemasannya.
Kenapa spirit kemajuan dengan kosmopolitanismenya Andalusia ini tidak menjadi semangat kita membangun Nusantara ini yang juga berbasis kebhinekaan. Baik suku, agama, partai, aliran dan sebagainya. Ulama-ulama pendiri bangsa sudah mendasari Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Undang Undang Dasar 1945 sebagai basis membangun bangsa ini. Maka mari kita kembalikan kejayaan Islam dengan empat pilar kebangsaan ini sebagai dicita-citakan para pendiri bangsa dan dasar theologis al-Quran dan Sunah, juga sejarah kejayaan masa silam.
Dari sini dapat diambil benang merah beberapa factor yang menyebabkan kemunduran Islam di Spanyol, di antaranya, melemahnya kekuasaan Islam, kemerosotan ekonomi, pengalihan kekuasaan, konflik antara Islam dan Kristen.
Gambaran sosiologis historis itulah yang membawa keemasan Andalusia pada masanya. Kalau diambil benang merahnya kosmopolitanisme Andalusia berbasis pluralisme, kemajmukan yang kemudian dapat menghasilkan karya-karya produktif tak terkecuali adalah karya-karya hukum Islam.
Perbedaan dalam khazanah ajaran Islam adalah fitrah, artinya memang kita ditakdirkan Tuhan sebagai hamba-hamba yang berbeda. Juga perbedaan itu karena aspek bahasa, artinya nash nash kita yang multi tafsir akhirnya.menampilkan sesuatu yang berbeda. Artinya perbedaan juga karena bahasa nash yang menjadi sumber ajaran Islam. Juga perbedaan hasil dari sudut pandang antar manusia yang berbeda-beda. Kadang satu fuqaha memakai sudut pandang filosofis, yang lain tekstualis, yang lain sosiologis dan sebagainya. Perbedaan sejumlah sudut pandang yang dipakainya. Untuk itu mari perbedaan hukum Islam sebagai pintu masuk untuk mengembalikan kejayaan Islam, karena di dalamnya banyak rahmat.yang akan diturunkan Allah SWT kepada hambanya. Aamiin
Tentang penulis: Dr. KH. Asmawi Mahfudz, M.Ag adalah pengasuh Pondok Pesantren Terpadu Al Kamal Kunir Wonodadi Blitar, dan juga dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung.

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *