إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak, (Hr. Abi Dawud).
Hadits ini sebagai prolog untuk mengkaji Kyai Thohir Widjaya (1927-1999) yang bisa kita sebut ulama progresif, didasari oleh beberapa pemikiran yang melatar belakanginya, sehingga pantas untuk menyebutnya progresif. Dalam kajian bahasa Inggris progresif berasal dari progress yang berarti maju. Istilah ini dapat disifatkan kepada suatu pekerjaan, misalnya “progres pekerjaan”, berarti kemajuan hasil kerjanya. Jika disifatkan kepada suatu keadaan berarti suatu keadaan yang mengarah kepada perbaikan dan kemajuan. Maka jika diatributkan kepada seseorang dapat juga diartikan pemikiran atau aktivitas seseorang menuju suatu keadaan yang lebih baik yang disebut dengan maju. Perubahan-perubahan menuju kemajuan ini biasanya juga disebut dengan istilah lain yang identik yakni liberal artinya kebebasan, revolusioner berubah secara besar-besaran, radikal berarti perubahan yang berbeda dari aturan atau kebiasaannya, reformis yang berarti adanya perubahan dari bentuk semula.
Sedangkan kata ulama dalam konteks ke-Indonesia-an adalah para ahli ilmu agama yang mengabdikan dirinya untuk perbaikan masyarakatnya, baik di bidang agama, pendidikan, politik, ekonomi, budaya sehingga mereka mempunyai perilaku-perilaku yang baik, dalam terminologi Islam berakhlaqul karimah. Sesuai dengan dawuh jeng Nabi “Innama buiststu li utammima makarim al-akhlaq”, saya diutus untuk menyempurnakan akhlaq umat manusia. Dari sisi tugasnya ulama adalah penerus misi perjuangan Rasulullah dalam mengajarkan Islam di tengah-tengah masyarakat, Nabi SAW dawuh, “al-Ulama Waratsat al-Anbiya’, para ulama adalah pewaris para Nabi.
Dua istilah yakni Ulama Progresif, nampaknya tepat untuk menyebut KH. Thohir Widjaya karena sesuai dengan sisi-sisi keilmuannya dan perjuangannya di tengah-tengah masyarakatnya. Dari sisi keilmuan KH Thohir Widjaya mempunyai latar belakang pendidikan pesantren yang kuat, di antaranya di Pondok Pesantren lirboyo Kediri di bawah asuhan KH. Abdul Karim, KH. Marzuki Dahlan, dan KH Mahrus Ali. Pondok Pesantren Tremas Pacitan dibawah KH Dimyati, Pesantren Rejoso Jombang diasuh oleh KH. Romli. Bersama para sesepuh itulah proses pendidikannya dijalani sehingga menjadikannya seorang ulama berbasis keilmuan Agama yang mumpuni-otoritatif pada masanya. Sehingga ketika sudah pulang di masyarakatnya Kyai Thohir mengajarkan agama. Dimulai dengan membantu mertuanya KH. Manshur mengelola masjid kampung di Desa Kunir Wonodadi Blitar, dalam hal ini pemikiran progresif Kyai Thohir muncul dengan mengadakan perubahan-perubahan dalam hal pengajaran agama. Masa sebelumnya pendidikan agama masyarakat hanya dijalani dengan pengajian konvensional di masjid, di sore atau malam hari, tetapi dengan iniasiasi pemikiran maju dari Kyai Thohir akhirnya berdirilah Madrasah Diniyah Islamiyah pada saat itu. Sehingga masyarakat dalam hal belajar ilmu agama tidak hanya sorogan santri kalong saja, tetapi kemudian dirubah menjadi klasikal, berbentuk pengajaran di dalam kelas. Santri yang belajar akhirnya tidak hanya berasal dari Kunir saja, tetapi juga dari desa-desa sekitar Kunir, menuntut ilmu agama di madarasah yang didirikan oleh KH. Thohir Widjaya.
Dalam hal progresifitas dakwah pendidikan, Kyai Thohir tidak hanya mendirikan madrasah diniyah, selanjutnya kemudian madrasah diniyah itu juga diarahkan menjadi madrasah formal, yang berdiri pertama kali di Al-Kamal adalah Madrasah Tsanawiyah (MTs), adalah Madrasah Tsanawiyah yang berdiri pertama kali di Kabupaten Blitar, yang kemudian tamatan pertamanya, sudah tidak berlabel sekolah swasta tetapi menjadi MTs Negeri, dan sekarang namanya menjadi MTs Negeri 1 Blitar. Keberhasilan Kyai Thohir dalam menjadikan lembaga diniyah menjadi madrasah formal kemudian berlanjut mendirikan Madrasah Aliyah (MA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dari sisi dakwah pendidikan hasil pemikiran maju Kyai Thohir ini, kita nampaknya dapat mengambil pelajaran adanya sikap progresif, yakni keprihatinan Kyai Thohir terhadap pengajaran Islam di masyarakat, sehingga mengantarkannya mempunyai ide-ide perubahan menuju kemajuan pendidikan yang lebih baik dari sebelumnya. Yang sebelumnya belum ada menjadi ada, yang sebelumnya konvensional menjadi kontekstual, yang sebelumnya stagnan menjadi dinamis dalam pendidikan Islam.
Dalam konteks masanya sangat mungkin perjuangan pendidikan Kyai Thohir mendapatkan tantangan baik dari sisi finansial materi atau dari aspek-aspek sosial lainnya, tetapi dengan kedalaman ilmunya akhirnya lembaga-lembaga pendidikan yang diinisiasi Kyai Thohir masih istiqamah sejak didirikan sampai sekarang, bahkan perjuangan pendidikan tidak hanya ada dalam konteks lokal kabupaten Blitar tetapi sudah mendapatkan keberkahan dari Allah di berbagai wilayah secara Nasional. Taruhlah Lembaga Pendidikan Islam yang ada di Jakarta mulai dasar sampai Perguruan Tinggi, juga hasil pemikiran progresif Kyai Thohir ketika mendapatkan kesempatan menjalankan dakwah di pusat kekuasaan.
Kyai Thohir dalam berbagai kesempatan selalu mensosialisasikan idenya tentang pembaruan Pendidikan Islam dengan mengatakan, “Seseorang yang bertakwa adalah berhati Mekkah dan berakal Jerman”. Dikandung maksud Umat Islam Indonesia harus maju sebagaimana orang-orang barat yang menghasilkan berbagai inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tetap berpegangan dengan keimanan sebagai seorang muslim yang baik. Dari pemikirannya ini nampaknya aktualisasinya dalam bentuk saluran Lembaga Pendidikan Islam yang maju, progresif, sesuai dengan kebutuhan zamannya. Dalam konteks abad 19-an, aktualisasi dakwah pendidikan Islam ala Kyai Thohir ini dapat dikategorikan sebagai pendidikan modern, mengingat masa itu akses atau peluang dalam mengadakan pendidikan maju masih belum terbuka lebar sebagaimana sekarang ini. Maka apa yang dilakukan oleh Kyai Thohir dalam bidang pendidikan dapat dikatagorikan sebagai reformasi atau perubahan, dari yang semula pendidikan tardisional menjadi pendidikan modern, dari semula hanya pendidikan diniyah atau agama saja kemudian menjadi pendidikan yang terbuka, dari yang ekslusif menjadi pendidikan inklusif. Maka menyebut KH. Thohir Widjaya sebagai reformis atau Ulama Progresif dalam bidang pendidikan adalah suatu yang tepat. Mengingat jasa-jasanya dalam bidang pendidikan terutama di Al-Kamal Blitar dan Al-Kamal Jakarta sebagai situs sejarah perjuangannya.
Dari sini dapat diingat pula para pembaru pendidikan Islam yang telah meninggalkan situs perjuangan dalam bentuk Lembaga Pendidikan Islam adalah para pendiri sekolahan, Universitas dan Pondok Pesantren di Nusantara. Di antaranya KH. Hasyim Asyari meninggalkan Lembaga Pesantren Tebuireng Jombang, KH. Abdul Karim meninggalkan Lembaga Pesantren lirboyo Kediri, KH. Mahrus Ali mendirikan Universitas Islam Tribakti Kediri sekaligus pengasuh Lirboyo, KH. Badrus shalih pendiri Lembaga Pesantren Al-Hikmah Purwoasri Kediri, KH. Zarkasyi tokoh Pesantren Gontor Ponorogo, KH. Jazuli Ustman pendiri Pesantren Ploso, KH. Romli pendiri Pesantren Rejoso Jombang, KH. Wahab hasbullah tokoh Pesantren tambak Beras, KH. Bisri Samsuri Pendiri Pondok Denanyar Jombang, KH As’ad Samsul Arifin pengasuh Pesantren salafiyah syafiiyah Situbondo, Pendiri Sidogiri, Pendiri Universitas Islam Malang, KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah dan masih banyak sekali kyai-kyai kita dengan ide-ide pembaruan progresif menjadi simbol pembaruan Pendidikan Islam.
Juga dilihat dari hasil inovasinya, banyak kader para pejuang Pendidikan Islam oleh KH. Thohir, misalnya menjadi Ulama atau Kyai, kepala sekolah, menjadi guru agama, menjadi penyuluh agama, menjadi hakim agama, para politisi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, praktisi perbankan, ekonom, para mubaligh, dan profesi-profesi lain atas jasa arahan dari Kyai Thohir. Artinya karya lembaga pendidikan yang dihasilkan oleh Kyai Thohir tidak hanya melakukan tranformasi pendidikan Islam dalam hal kelembagaan dan sistemnya, tetapi Kyai Thohir Juga mendidik para guru-guru madrasah sebagai asset, sumberdaya manusia yang terus menerus berjuang sejak mereka dididik oleh kyai Thohir sampai sekarang. Ini sering kali ditemui di berbagai daerah para guru atau profesi dakwah yang lain, mengaku mendapat pengarahan dari beliau, atau dia menjadi muridnya, disuruh Kyai Thohir, dia menjadi hakim atas bantuan Kyai Thohir, mereka dibantu Kyai Thohir untuk berjuang dalam profesi tententu, sampai sekarang masih banyak ditemui pemberdayaan sumber daya manusia muslim (human resource) atas amal shalih dari Kyai Thohir Widjaya.
Memang melihat KH. Thohir Widjaya mayoritas kita akan menyimpulkan bahwa dia adalah figur Kyai yang berkiprah dalam bidang politik, tetapi dari bukti-bukti menunjukkan bahwa politik yang dijalankan oleh Kyai Thohir adalah politik kebangsaan, keumatan, salah satunya adalah politik sebagai sarana untuk memperbaiki pendidikan masyarakat Indonesia. Dalam kacamata maqasyid syariah ini bisa jadi salah satu bentuk pengembangan maslahah hifdhu al-nasl, berupa tarbiyah al-awlad. Dengan politik Kyai Thohir dapat mengaktualisasikan inovasi dakwahnya dalam bidang pendidikan, baik menyangkut pendidikan umum, terkhusus Pendidikan Agama Islam. Maka di sini dapat dikatakan ijtihad politik Kyai Thohir yang dapat bertahan untuk kaderisasi perjuangan bangsa dan negeri ini adalah politik pendidikan. Semoga generasi penerusnya dapat mengambil pelajaran, qudwah hasanah dari perjuangan politik Pendidikan yang ditorehkan oleh Kyai Thohir Widjaya. Selamat Haul ke-25, semoga kita semua dikumpulkan dengan para ulama pejuang Islam. Wa Allahu A’lam!
*Penulis adalah Pengajar UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung dan Pengasuh PP Terpadu al-Kamal