Intelektual Santri Yang Mati Suri

Perkembangan zaman sudah sangat jauh dari masa yang lalu semua terdampak tidak terkecuali santri-santri pondok pesantren. Dalam perkembangan ini banyak sekali lini yang hampir saja hilang dari peradaban. Dalam kacamata pribadi bahwasanya lini ini menjadi  lini yang susah dan perlu adanya niat dan tekad khusus untuk juga bersaing dengan perkembangan-perkembangan yang lainnya. Pengetahuan adalah salah satu lini yang hampir dikatakan punah, bukan hanya masyarakat awam saja yang seakan akan terjadi pengikisan pengetahuan atau intelektual, santri pesantren pun dalan hal ini semakin terjun dalam hal nilai tersendiri dan dalam benak santri saat ini intelektual menjadi sangatlah asing dan hampir tidak ada yang menyentuhnya. Intelektual di sini dimaksudkan kepada pengetahuan tentang literasi dan pemahaman dasar santri yang dahulu mereka mencita-citakan mondok di pesantren untuk mencari ilmu dan dengan beberapa waktu ingin menguasai ilmu ilmu agama tetapi dengan perkembangan zaman ini mereka sudah lupa dengan tujuan yang dahulu diimpi-impikan.
Dalam fase ini dilihat dari santri-santri yang telah menginjak mahasantri kemerosotan intelektual yang jauh dibandingkan mereka yang masih santri, kemerosotan ini tidak dipungkiri lagi dengan beberapa faktor yaitu masalah perkembangan teknologi. Mereka saat ini secara tidak langsung telah menghilangkan tradisi-tradisi santri yang dahulu juga mereka praktekkan. Santri saat ini telah berpindah tradisinya dari yang mulanya memegang kitab-kitab kuning dan Alquran setiap hari menjadi memegang handphone setiap hari. Sebuah faktor yang sangat menonjol bagi santri dan berdampak sangat besar bagi berkembangnya intelektualitas khas santri. Mereka yang dahulu menguasai kitab, paham atas makna kitab, menguasai ilmu alat, dan lain sebagainya tetapi dilihat dari perkembangan zaman ini sudah terjadi kemerosotan yang luar biasa jauh.
Pertanyaan yang umum dan masih menjadi misteri adalah kenapa santri saat ini setelah kecanduan dengan perkembangan teknologi malah semakin melupakan kitabnya? Kenapa mereka tidak mendalami kitab kuning untuk menambah wawasan dan belajar mendalami ilmu-ilmu pesantren? Dengan ini jikalau berhasil mendalami keduanya dengan baik atau sekedar 30% dari pemahaman ilmu pesantren, besar kemungkinan pondok kita akan terlihat di daerah daerah kerasidenan maupun di lingkup Jawa Timur. Maka dengan ini faktor-faktor yang telah memati suri-kan intelektual wawasan ilmu pesantren segera ditindak lanjuti.
Salah satu faktor ini yang mendukung matinya intelektualitas santri saat ini yang sangat berdampak pada value seorang santri dalam nilai-nilai keagamaan. Dalam kasus ini bisa dijadikan suatu rujukan supaya intelektualitas santri ini direvitalisasi supaya kita sebagai santri khususnya yang mendalami agama mempunyai grade yang baik di mata masyarakat.
Dalam hal perkembangan ilmu Islam juga terdapat beberapa hal menarik dan lebih unggul mengenai keilmuan. Mereka bisa mengambil ilmu logika dengan mempelajari mantiq, mereka bisa mendalami ilmu tasawuf lewat kitab Hikam, mereka lebih keren jika bisa mendalami ilmu waris dan mereka pasti akan disegani di kalangan akademisi jika berhasil mendalami ilmu perbintangan atau ilmu falak. Tetapi hal ini dirasa tidak menarik dan terasa susah. Stigma negatif ini menjadikannya banyak santri yang telah melupakan ilmu ilmu keren ini dan memilih mencari ilmu pengetahuan umum daripada pengetahuan agamanya sendiri.
Tingkatkan intelektualitas santri yang mana sempat mrosot di zaman kini dengan membuka lembaran-lembaran kitab dan Alquran. Dengan ini kita tidak hanya menyandang title santri saja tetapi kita sebagai santri pondok pesantren juga bersaing dengan intelek-intelek di luar sana dan kita tunjukkan bahwasanya santri pondok pesantren ini juga bisa bersaing dibidang intelektual.
Semua mempunyai tanggungan masing-masing dan semua sibuk dengan khidmah yang dilakukannya. Entah khidmah kepada kyai, khidmah terhadap pesantren, khidmah terhadap organisasi tetapi siapa yang akan meneruskan khidmah kepada ilmu agama. Banyak sekali yang ingin khidmah kepada pesantren tetapi sedikit yang mau ingin mendalami ilmu-ilmu agama. Bukan berarti khidmah kepada pesantren itu tidak berarti tetapi dengan keseimbangan antara khidmah antara organisasi dan mendalami ilmu ini harus seimbang. Dengan ini pesantren-pesantren yang ada di Nusantara ini menciptakan intelektual-intelektual yang berkualitas dalam beberapa konsentrasi-konsentrasi ilmu keagamaan.
*Oleh : Abdurrahman (Mahasantri Ma’had Aly Ashabul Ma’arif Al Kamal)

Tags :

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *