Spesial Ramadhan (Edisi 18) : Telat Qadha Puasa Hingga Ramadhan Berikutnya Tiba

Setiap puasa yang dinyatakan tidak sah, maka wajib untuk diqadha’ di lain waktu. Hanya saja, kesempatan untuk mengqadha’ puasa Ramadhan di lain waktu, ada kalanya bersifat longgar, sehingga mudah untuk menjalankannya. Namun tak jarang pula yang kesulitan menjalankannya disebabkan uzur yang tidak dapat dihindari. Sehingga, seseorang masih terbebani hutang puasa hingga tiba Ramadhan berikutnya. Lantas, bagaimana fikih menyikapi hal tersebut?
Pembaca yang dirahmati Allah Swt. Bagi orang yang membatalkan puasa ketika Ramadhan sedang berlangsung, baik karena uzur, mendapatkan rukhshah maupun tidak ada uzur, maka wajib atas mereka untuk mengqadha puasa di lain waktu di luar bulan Ramadhan. Misalnya, seperti wanita haid yang menjadi uzur sebab hadas tersebut, Rasulullah Saw memerintahkannya untuk mengqadha puasanya di lain waktu, sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw berikut:

كُنَّا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ

“Kami perempuan -semasa haid- diperintahkan untuk mengqadha puasa, namun tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat” (HR. Muslim)
Hanya saja, jika qadha puasa tersebut ternyata tidak dilaksanakan, hingga tiba Ramadhan berikutnya, maka tanggungan qadha’ tersebut masih melekat padanya dan ia dikenai beban membayar fidyah berdasar jumlah hari yang tertinggal, yakni memberikan 1 mud (7 ons) beras kepada fakir miskin. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw berikut:

مَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَأَفْطَرَ لِمَرَضٍ، ثُمَّ صَحَّ، وَلَم يَقْضِهِ حَتَّى أَدْرَكَ رَمَضَانَ آخَرَ، صَامَ الَّذِي أَدْرَكَ، ثُمَّ يَقْضِي مَا عَلَيْهِ، ثُمَّ يُطْعِمُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيناً

“Barang siapa yang menjumpai Ramadhan, kemudian ia membatalkan puasanya karena sakit, lalu sembuh namun tidak sempat mengqadha’nya hingga Ramadhan berikutnya tiba, maka ia harus berpuasa pada saat ia menemuinya, lalu mengqadha’nya, kemudian memberi makan orang miskin setiap hari yang ditinggal” (HR. Al-Daraquthni)
Dari hadis inilah, fuqaha Mazhab Syafi’i menarik kesimpulan bahwa siapapun yang mengakhirkan qadha puasa Ramadhan hingga menemui Ramadhan berikutnya, mereka berkewajiban qadha dan membayar fidyah. Misalnya seperti keterangan dalam Mughni al-Muhtaj berikut:

وَمَنْ أَخَّرَ قَضَاءَ رَمَضَانَ أَوْ شَيْئًا مِنْهُ مَعَ إمْكَانِهِ بِأَنْ لَمْ يَكُنْ بِهِ عُذْرٌ مِنْ سَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِ حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ آخَرُ لَزِمَهُ مَعَ الْقَضَاءِ لِكُلِّ يَوْمٍ مُدٌّ، لِأَنَّ سِتَّةً مِنَ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمْ قَالُوا بِذَلِكَ، وَلَا مُخَالِفَ لَهُمْ، قَالَهُ الْمَاوَرْدِيُّ، وَيَأْثَمُ بِهَذَا التَّأْخِيرِ كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ

“Barang siapa yang mengakhirkan qadha Ramadhan atau bagian darinya, padahal mampu menjalankannya, yakni ketika ia tidak ada uzur berupa safar atau selainnya, hingga masuk Ramadhan berikutnya, maka ia wajib mengqadha dan membayar 1 mud di setiap hari yang ditinggal. Sebab, enam sahabat menyatakan demikian dan tidak ada pendapat pembeda atas mereka. Ini sebagaimana disampaikan oleh al-Mawardi. Dan ia berdosa sebab pengakhiran ini sebagaimana keterangan dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhazab” (Khathib al-Syirbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifat Ma’ani Alfazh al-Minhaj, [Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1994], Juz 2, Hal 175)
Ketentuan hukum di atas hanya berlaku bilamana ketidak mampuan orang mengqadha puasa hingga tiba Ramadhan berikutnya tidak dilakukan tanpa uzur. Jika memang ada uzur yang menghalangi, hingga ia merasa kesulitan untuk mengaqadha’nya sampai datang Ramadhan berikutnya, maka ia tidak terkena beban fidyah, melainkan cukup qadha saja pada waktu yang ia mampu. Hal ini memungkinkan terjadi pada musafir, orang sakit berkelanjutan, ibu hamil atau menyusui. Al-Syirbini membahasnya sebagai berikut:

فَإِنْ لَمْ يُمْكِنْهُ القَضَاءُ لِاسْتِمْرَارِ عُذْرِهِ كَأَنِ اسْتَمَرَّ مُسَافِرًا أَوْ مَرِيضًا، أَوِ الْمَرْأَةُ حَامِلًا أَوْ مُرْضِعًا حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ، فَلَا فِدْيَةَ عَلَيْهِ بِهَذَا التَّأْخِيرِ، لِأَنَّ تَأْخِيرَ الْأَدَاءِ بِهَذَا الْعُذْرِ جَائِزٌ، فَتَأْخِيرُ الْقَضَاءِ أَوْلَى.

“Jika tidak memungkinkan baginya mengqadha puasa sebab uzur yang berkelanjutan, seperti musafir, orang sakit, ibu hamil atau ibu menyusui yang berkelanjutan terjadi, hingga datang Raadhan berikutnya, maka tidak perlu membayar fidyah atasnya sebab pengakhiran ini. Sebab, mengakhirkan ada’ sebab adanya uzur demikian diperbolehkan, maka mengakhirkan qadha’ sebab uzur demikian lebih tepat” (Khathib al-Syirbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifat Ma’ani Alfazh al-Minhaj, [Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1994], Juz 2, Hal 176)
Apabila ternyata qadha tersebut tetap tidak dilaksanakan, bahkan ia juga tak membayar fidyah ketika datang Ramadhan berikutnya, hingga penundaan ini terjadi sampai lewat dua sampai tiga kali Ramadhan misalnya, maka jumlah fidyah dilipatgandakan sesuai dengan Ramadhan yang ditinggal. Dalam Fath al-Mu’in dijelaskan:

وَيَجِبُ عَلَى مُؤَخِّرِ قَضَاءٍ لِشَيْءٍ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ آخَرُ بِلَا عُذْرٍ فِي التَّأخِيْرِ، بِأَنْ خَلَا عَنِ السَّفَرِ وَالمَرَضِ قَدْرُ مَا عَلَيْهِ مُدٌّ لِكُلِّ سَنَةٍ، فَيَتَكَرَّرُ بِتَكَرُّرِ السِّنِيْنَ عَلَى الْمُعْتَمَدِ.

“Atas orang yang menunda qadha Ramadhan hingga tiba Ramadhan berikutnya tanpa adanya uzur, seperti tidak safar atau tidak sedang sakit, ia wajib mengeluarkan 1 mud di setiap tahunnya (sesuai jumlah hari yang ditinggal). Dan berlaku kelipatannya ketika terjadi pengulangan penundaan di setiap tahunnya menurut kaul mu’tamad” (Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in bi Syarh Qurrat al-‘Ain bi Muhimmat al-Din, [Beirut: Dar Ibn Hazm, t.th], Hal 271)
Dengan demikian, permasalahan qadha puasa ini memang sangat perlu diperhatikan bagi siapapun yang kebetulan mengalaminya. Diusahakan untuk diqadha sesegera mungkin dan jangan sampai ditunda-tunda. Akibatnya, dengan mengulur-ulur waktu, maka qadha puasa menjadi terhutang kembali dan dikenakan fidyah sebagai konsekuensi atas keteledoran yang dia lakukan. Wallahu a’lam.
*   *   *   *
*Muhammad Fashihuddin, S.Ag., M.H: Dewan Asatidz PP Terpadu Al Kamal Blitar.

Tags :

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *