Spesial Ramdhan (Edisi 19) : Salat Witir 3 Rakaat Langsung, Bolehkah?

Shalat witir yang dikerjakan setelah shalat tarawih mayoritas dikerjakan sebanyak 3 rakaat. Teknisnya, ada yang memisahnya menjadi 2 kali salam. Ada pula yang menggabungnya menjadi satu kali salam. Menjadi umum bilamana shalat witir dikerjakan 2 kali salam. Namun, bagaimana dengan shalat witir 1 kali salam, apakah dibenarkan oleh syariat?
Pembaca yang budiman. Shalat witir merupakan bagian dari shalat-shalat sunah yang disyariatkan dalam Islam. Keutamannya sangat banyak sekali. Salah satunya sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut:

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَمَدَّكُمْ بِصَلاَةٍ، وَهِيَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ، وَهِيَ الوِتْرُ، فَجَعَلَهَا لَكُمْ فِيمَا بَيْنَ العِشَاءِ إِلَى طُلُوعِ الفَجْرِ

“Sesungguhnya Allah telah menyediakan kepada kalian sebuah shalat yang lebih baik dari unta merah. Yaitu shalat witir. Allah jadikan shalat witir untuk kalian dapat lakukan antara waktu isya hingga terbit fajar” (HR. Abu Daud)
Disebut dengan shalat witir, sebab pelaksanaannya menggunakan rakaat ganjil atau diakhiri dengan satu rakaat ganjil yang berbeda dengan shalat-shalat lainnya. Jumlah minimal shalat witir adalah 1 rakaat dan maksimal 11 rakaat (menurut pendapat kuat).
Pada dasarnya, shalat witir tidak disunahkan dikerjakan secara berjamaah, kecuali pada bulan Ramadhan, sebab shalat witir ikut rangkaian shalat tarawih, sehingga disunahkan untuk dikerjakan secara berjamaah. Hal ini sebagaimana keterangan al-Nawawi berikut:

إِذَا اسْتَحْبَبْنَا الْجَمَاعَةَ فِي التَّرَاوِيحِ، يُسْتَحَبُّ الْجَمَاعَةُ أَيْضًا فِي الْوِتْرِ بَعْدَهَا. وَأَمَّا فِي غَيْرِ رَمَضَانَ فَالْمَذْهَبُ أَنَّهُ لَا يُسْتَحَبُّ فِيهِ الْجَمَاعَةُ.

“Tatkala kami (mazhab syafi’i) menganggap sunnah jamaah dalam shalat tarawih, maka disunahkan pula dalam shalat witir yang dikerjakan setelahnya. Adapun di selain Ramadhan, menurut pendapat mazhab tidaklah disunahkan berjamaah” (al-Nawawi, Raudhat al-Thalibin wa Umdat al-Muftin, [Beirut: al-Maktab al-Islami, 1991], Juz 1, Hal 330)
Adapun tentang pelaksanaan shalat witir tiga rakaat, maka dalam literatur Mazhab Syafi’i dapat dilakukan dengan dua cara:
Pertama, dengan cara disambung (washl), yakni dilakukan 1 kali salam tanpa ada tasyahud awal. Cara ini sekalipun diperbolehkan, namun dihukumi makruh, sebab dapat menyerupai shalat magrib, bila terdapat tasyahud awal.
Kedua, dengan cara dipisah (fashl), yakni dilakukan 2 kali salam. Dan ini cara yang paling dianjurkan dan utama.
Keterangan di atas dapat dilihat dalam Fath al-Mu’in misalnya dengan redaksi berikut:

وَيَجُوزُ لِمَنْ زَادَ عَلَى رَكْعَةٍ الفَصْلُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ بِالسَّلَامِ، وَهُوَ أَفْضَلُ مِنَ الْوَصْلِ بِتَشَهُّدٍ أَوْ تَشَهُّدَيْنِ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأَخِيْرَتَيْنِ. وَلَا يَجُوزُ الوَصْلُ بِأَكْثَرَ بَيْنَ تَشَهُّدَيْنِ. وَالوَصْلُ خِلَافُ الأَوْلَى فِيمَا عَدَا الثَّلَاثَ، وَفِيْهَا مَكْرُوهٌ لِلنَّهْيِ عَنْهُ فِي خَبَرِ “وَلَا تُشَبِّهُوا الوِتْرَ بِصَلَاةِ المَغْرِبِ”.

“Diperbolehkan bagi seseorang yang menambah witir lebih dari satu rakaat untuk memisah antara dua rakaat dengan salam. Cara ini lebih utama dibanding disambung dengan satu tasyahud atau dua tasyahud pada dua rakaat terakhir. Tidak diperkenankan menyambung lebih banyak antara dua tasyahud. Cara menggabungkan witir tergolong khilaf aula pada selain 3 rakaat. Dan pada 3 rakaat dihukumi makruh, sebab ada larangan pada hadis ‘jangan samakan witir dengan shalat magrib’” (Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in bi Syarh Qurrat al-‘Ain bi Muhimmat al-Din, [Beirut: Dar Ibn Hazm, t.th], Hal 160)
Memisah witir 3 rakaat dengan 2 kali salam asalnya memang berangkat dari kaidah fikih di mana al-Suyuthi memasukkan kasus ini pada turunan kaidah. Kaidah tersebut berbunyi:

مَا كَانَ أَكْثَرَ فِعْلاً كَانَ أَكْثَرَ فَضْلًا…. وَمِنْ ثَمَّ، كَانَ فَصْلُ الوِتْرِ أَفْضَلَ مِنْ وَصْلِهِ، لِزِيَادَةِ النِّيَّةِ وَالتَّكْبِيرِ وَالسَّلَامِ

“Sesuatu yang lebih banyak pekerjaannya, maka lebih banyak keutamannya… Di antara turunan kaidah ini adalah memisah witir lebih utama ketimbang menggabungkannya, sebab terjadi penambahan niat, takbir, dan salam.” (al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazhair fi Qawa’id wa Furu’ Fiqh al-Syafi’iyyah, [Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1983], Hal 143)
Jika kita telah melaksanakan shalat witir setelah shalat tarawih, apakah masih diperbolehkan untuk mengerjakan shalat tahajud?
Pertanyaan ini juga kerap ditanyakan oleh masyarakat. Keresahan ini berangkat dari pemahaman tentang shalat witir tergolong penutup dari segala shalat sunah, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
اِجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari berupa shalat witir” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Melaksanakan shalat tahajud, meskipun telah melakukan shalat witir setelah shalat tarawih, maka hukumnya diperbolehkan dan tidak ada masalah dalam hal ini. Yang menjadi catatan adalah ketika setelah shalat tahajud, ia berkeinginan untuk shalat witir kembali, maka hal demikian tidak dianjurkan. Artinya, shalat witir yang pertama sudah diangga sah dan mendapat pahala, sehingga tidak perlu diulang. Bahkan jika tetap dilakukan, maka shalat witir kedua dianggap batal, sebab terdapat larangan pada sabda Rasulullah Saw berikut:

لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ

“Tidak ada dua shalat witir dalam satu malam” (HR. Abu Daud)
Khusus bagi yang tidak tahu, maka shalat witir kedua akan beralih status menjadi shalat sunah mutlak.
Al-Bajuri menyampaikan berikut:

فَإِنْ كَانَ لَهُ تَهَجُّدٌ، أَخَّرَ الوِتْرَ إِلَى أَنْ يَتَهَجَّدَ. فَإِنْ أَوْتَرَ ثُمَّ تَهَجَّدَ لَمْ يُنْدَبْ لَهُ إِعَادَتُهُ، بَلْ لَا يَصِحُّ، لِخَبَرِ “لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ” اهـ

“Jika ia shalat tahajud, maka hendaknya mengakhirkan witir hingga mengerjakan tahajud. Jika sudah shalat witir, kemudian shalat tahajud, maka tidak disunahkan untuk mengulang shalat witir kembali, bahkan tidak sah, sebab terdapat hadis ‘tidak ada dua witir dalam satu malam’” (Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Syarh Ibn Qasim, [Beirut: Dar al-Minhaj, 2016], Juz 1, Hal 132)
Dengan demikian, teknis pelaksanaan shalat witir 3 rakaat dapat dikerjakan secara disambung atau dipisah, namun yang terbaik adalah dipisah. Dan bagi siapapun yang ingin melakukan shalat tahajud, maka tetap diperbolehkan meskipun telah melakukan shalat witir seusai shalat tarawih. Namun, perlu juga memperhatikan beberapa catatan yang telah kami paparkan di atas. Wallahu a’lam…
*   *   *   *
*Muhammad Fashihuddin, S.Ag., M.H: Dewan Asatidz PP Terpadu Al Kamal Blitar.

Tags : 

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *