Imam dari Sebagian Dhurriyah Nabi Ibrahim Edisi Ngaji dan Ngabdi 130 dari Majlis Tafsir Jalalain Malam Sabtu

Tafsir Al-Baqarah ayat 124

 وَاِذِ ابْتَلٰٓى اِبْرٰهٖمَ رَبُّهٗ بِكَلِمٰتٍ فَاَتَمَّهُنَّۗ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًاۗ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْۗ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْنَ

Artinya: dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “(Aku mohon juga) dari sebagian keturunanku.” Allah berfirman, “(Doamu Aku kabulkan, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
 Penjelasan  dalam tafsir Jalalayn, dan ingatlah Ketika Ibrahim diuji Tuhannya “dengan beberapa kalimat”  yakni dengan beberapa perintah dan larangan yang Allah syariatkan kepadanya, di antaranya manasik haji, ajaran tentang berkumur, membersihkan hidung (istinsyaq), bersiwak, mencukur kumis, mencukur rambut, memotong kuku, mencabut rambut ketiak dan khitan serta istinjak. Dari beberapa perintah itu Ibrahim melaksanakannya dengan sempurna (fa atammahunna).
Paparan ayat ini di-khitab-kan untuk jeng Nabi Muhammad dan umatnya, yang di dalamnya pada masa itu ada Nasrani, Yahudi, orang musyrik Arab, untuk mengingat kisah Ibrahim ketika diuji oleh Allah SWT. Nabi Ibrahim sebagai seorang Rasul yang keutamaannya diakui oleh mereka semua, apakah kaumnya itu telah sesuai dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Ibrahim atau tidak. Kalau mereka Yahudi, Nasrani, musyrik Arab belajar kepada Nabi Ibrahim tentunya ujian, ibtala (ikhtibar) menjadi bukti kebenaran seseorang. Sebagaimana dalam, Al-Shawi Al-Maliki.
Terus Allah berfirman kepada Ibrahim,

قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًاۗ

“Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia”. Dalam Jalalayn, “Imama” qudwatan fi aldin, dimaknai dengan suri tauladan dalam beragama. Terus Ibrahim berkata kepada Allah, “aku mohon juga dari sebagaian keturunanku untuk menjadi pemimpin (Awladi ij’al aimmah)”. Dalam tafsir yang lain dijelaskan, pemberian keutamaan yang bersifat ketuhanan (al-athaya al-rabaniyah) akan dapat dicapai setelah seseorang membersihkan dirinya dari keburukan-keburukan dengan melalui proses ujian. Artinya lagi ujian dari Allah sebenarnya untuk membersihkan manusia dari keburukan-keburukan yang ada dalam dirinya. Sebagaimana yang dialami oleh Nabi Ibrahim yang secara sempurna menyelesaikan ujian (ibtala/ikhtibar/imtihan) yang akhirnya memperoleh derajat tinggi dari Allah, menjadi qudwah, suri tauladan bagi umat manusia.
Juga dalam Firman Allah juga dijelaskan, Nabi Ibrahim meminta menjadi imam untuk  anak-anaknya, keturunanya dengan redaksi “wa min dhurriyyati”. Penggunaan kata min ini bemakna tab’idh, sebagian. Pengkhususan makna sebagian sebagai keterangan ketidak mungkinan seluruh keturunan Ibrahim menjadi imam, walaupun mereka itu orang-orang yang benar. Dijelaskan lagi tentang permintaan Nabi Ibrahim untuk para keturunannya (dhurriyah) menjadi imam dikandung maksud, menjadi para Nabi (anbiya’), para raja yang adil (mulukan udulan), atau para ulama.
Allah terus berfirman,

قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْنَ

“(Doamu Aku kabulkan, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang dzalim.” Jalalayn memberikan penjelasan bahwa imamah yang dijanjikan Allah tidak diperoleh oleh orang-orang yang dzalim.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan beberapa hal penting terkait surat Al-Baqarah ayat 124 itu, bahwa umat Muhammad supaya mengingat lagi pelajaran dari dawuh Allah tentang Nabi Ibrahim, seorang figur yang diterima oleh umat Islam, Nashrani, Yahudi atau orang-orang musyrik Arab, yang telah menjalani ujian berupa syariat yang dibebankan kepadanya dengan baik, tentang bersuci, ibadah haji, membersihkan diri, khitan dan ajaran lain dari Allah. Hal ini dapat dimaknai bahwa ujian dari Allah kepada Nabi Ibrahim untuk membersihkan dirinya secara lahir dan batin, yang pada akhirnya Nabi Ibrahim oleh Allah dijadikan panutan (imama) dalam beragama untuk Umat manusia. Sebagian keturunan Nabi Ibrahim memang didoakan untuk menjadi imam, berupa para nabi, para raja, dan Ulama, tetapi bagi mereka yang dhalim, tidak menjalankan ketaatan sesuai dengan yang disyariatkan Allah, atau bahkan melakukan kemaksiatan tentunya tidak masuk dalam katagori imam, tidak dapat dijadikan suri tauladan bagi manusia yang lain.
*Oleh Dr. KH.Asmawi Mahfudz, M.Ag (Khadim PP Terpadu Al-Kamal Blitar, Pengurus Yayasan Bayturahman Kediri, Pengajar UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung)

Tags :

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *