Keluarga Maslahah & KH. Mahmud Hamzah (Risalah Ngaji dan Ngabdi 135 edisi Haul 17)

Masih kelanjutan keluarga maslahah Kyai Mahmud, dalam masalah pendidikan sebagai aktualisasi hifdl al-aql, keluarga Kyai Mahmud semuanya menjalani pendidikan yang layak dan diarahkan kepada madrasah diniyah dan Institut Agama Islam. Kyai Mahmud sendiri alumni Pesantren Lirboyo, Bendo dan krapyak di samping kuliah di UI Tribakti dan IAIN Jakarta, Bu Nyai alumni IAIN Kediri, dua anaknya alumni IAIN Sunan Ampel Surabaya. Ini menunjukkan bahwa pendidikan yang dimaksud oleh Kyai Mahmud yang diutamakan adalah pendidikan agama, sebagai ilmu yang memberikan panduan beribadah hidup bagi keluarga dan anaknya. Hal ini tidak lepas dari latar belakang keluarga dari Kyai Mahmud sendiri yang secara internal atau eksternal daerah Kendal mayoritas menekuni pendidikan pesantren dan kegamaan. Ini juga didasari lagi bahwa Agama adalah prioritas dalam kehidupan keluarganya sebagai basic teologis dalam menjalani kehidupan dunia atau mencapai kehidupan akhirat. Ini juga dapat dipahami bahwa akal juga diposisikan sebagai perangkat untuk menjalankan ajaran agama Islam. Maka dalam hal pendidikan yang dijalankan dalam keluarga juga harus menopang keimanan, pengamalan ajaran Agama.
Dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi atau pekerjaan (hifdh al-mal), Kyai Mahmud pernah berkata di tahun 2004, bahwa dia bekerja secara santai senyampang sudah bisa untuk menghidupi keluarga dan beribadah kepada Allah. Maka dalam keluarga Kyai Mahmud tidak ada lahan untuk mengembangkan aspek ekonomi, misalnya pertokoan, bisnis, atau pertanian sekalipun, kalau pun ada tanah warisan pertanian, semuanya digarap oleh para tetangga, dia sudah mencukupkan penghasilan dari mengabdi di pengadilan, walaupun tempo dulu gaji seorang hakim sama dengan pegawai negeri sipil yang lain, cukup untuk kebutuhan hidup di desa. Tetapi mungkin sudah menjadi takdir Allah walaupun penghasilan tidak begitu besar, nampaknya kehidupan keluarganya dari sisi ekonomi cukup dalam arti pemenuhan kebutuhan pokok, rumah, sepeda motor, bisa berangkat haji dan mempunyai mobil untuk kumpul dengan keluarganya atau melayani orang tua ketika masih hidup.
Dari sisi aspek keturunan (al-nasl), keluarga Kyai Mahmud termasuk keluarga yang maslahah. Artinya beliau nikah tahun 1980 dan mendapatkan keturunan pertama Erria Masfia 1982 dan Atik Hatmayanti tahun 1984. Jumlah anak yang hanya dua itu mungkin dahulu tahun 1980 sedang giatnya kampanye untuk melaksanakan keluarga berencana dengan dua anak cukup. Maka tidak heran sebagai pegawai negeri yang baik, nampaknya Kyai Mahmud mengamalkan itu. Senyampang sudah terpenuhi kebutuhan keturunan sebagai pelanjut sejarah perjuanganya. Sayangnya sampai dia wafat belum sempat melihat kelahiran cucu-cucunya, kalah dengan takdir Allah yang harus memanggilnya di usia 60 tahun.
Selain itu, pemaknaan terhadap hifdh al-nasl, memelihara keturunan nampaknya Kyai Mahmud begitu perhatian terhadap keluarganya, mencurahkan kasih sayang dalam pemenuhan hak dan kewajiban sebagai seorang bapak dan suami. Misalnya pemenuhan kebutuhan silaturahim kepada keluarga, bersikap tegas dalam mengambil keputusan dalam keluarga, mengajak istri dan anak-anaknya untuk berlibur dalam rangka memberikan rasa gembira dan bentuk-bentuk kasih sayang yang lain.
Beberapa paparan keluarga maslahah dari Kyai Mahmud Hamzah dicatat beberapa penting, yaitu: pertama, Keluarga harus dijalani dengan ilmu pengetahun dan wawasan yang memadai sebagai panduan dalam menjalani kehidupan keluarga yang penuh dengan dinamika di dalamnya, mengingat keluarga membutuhkan sebuah pengetahuan, wawasan terutama ilmu agama. Dengan ilmu sebuah keluarga dapat diatur sesuai dengan standar agama, sebagamana dicontohkan oleh Rasulullah atau ulama kita dalam realitas sosial. Apalagi problematika keluarga juga seiring dengan dinamika lingkungan dan anggota keluarga itu sendiri. Pada abad 20 abadnya modernisasi yang mekanis, kemudian berlanjut zaman milanial yang serba teknologi, zaman ini mungkin adalah dominasi generasi Z yang semua menggunakan, memanfaatkan fasilitas internat dan dunia virtual. Maka keluarga kekinian untuk mewujudkan keluarga yang maslahah juga harus mengetahui perkembangan teknologi informasi yang ada dalam lingkungannya, supaya dapat menyelesaikan problematikanya, meminimalisir kemalaratan, kerusakan, ekses negative yang dapat membahayakan keutuhan sebuah keluarga. Sehingga tetap dalam kondisi sakinah mawaddah wa rahmah.
Kedua, Agama dalam kehidupan keluarga adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai tangung jawab sebagai hamba Allah. Dalam urutan maslahah agama merupakan ultimate goal, tujuan tertinggi. Dengan pelaksanaan ajaran agama dalam sebuah keluarga berarti keluarga memang didedikasikan untuk beribadah kepada Allah, sesuai denga napa yang diperintahkan Allah Swt. Maka dalam hal ini sebua pelaksaan hak dan kewajiban dalam internal keluarga atau sisi eksternalnya, dinilai ibadah kepada Allah. Apalagi berhubungan dengan kewajiban-kewajiban ibadah mahdl;ah yang harus dilakukan oleh semua anggota keluarga, harus dijaga dengan istiqamah, tidak boleh lalai sedikit pun. Dengan keistiqamahan pelaksaan ibadah dalam keluarga potensi untuk mendapatkan hidayah dari Allah akan semakin terbuka, yang pada akhirnya terwujudlah keluarga maslahah yang menjadi tujuan bersama.
Ketiga, Keselamatan jiwa dan jaminan kesehatan (hifdl al-nafs) juga harus dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi keluarga masing-masing. Karena berbeda keluarga juga berbeda dalam menyikapi kebutuhan jiwa dan kesehatan jiwanya. Tetapi Kyai Mahmud telah mempraktikkan akan terjaminnya keluarga maslahah dari sisi kesehatan lahir dan batin. Saat ini kesehatan badan menjadi masalah akibat tradisi konsumerisme yang berlebih, sedangkan kesehatan batin juga bermasalah karena penyakit batin. Menyelesaikan penyakit lahir dengan mengikuti ajaran Rasulullah dalam melakukan konsumsi, mengobati penyakit batin juga sudah ada tuntunannya. Penjagaan terhadap kedua hal, lahir dan batin dalam sebuah keluarga harus dijaga keseimbangannya sehingga keluarga memang betul-betul sehat, supaya tujuan keluarga maslahah, atau kebahagiaan dapat tercapai.
Keempat, Bekerja menurut Kyai Mahmud dipahami sebagai wasilah, untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan bekal beribadah kepada Allah, maka dalam pemaknaannya tidak ada konsep ekonomi keluarga dalam Kyai Mahmud, sebagai hal yang pokok. Sehingga dengan memaknai ekonomi sebagai sebuah perantara meraih tujuan kemaslahatan keluarga, Kyai Mahmud tidak meletakkan ekonomi, bekerja sebagai sesuatu yang harus dikejar mati-matian tanpa mengindahkan etika bekerja. Maka dalam kehidupan sehari-hari tatkala ada masalah bekerjaan bertentangan ajaran etika dan agama, sudah pasti dia akan menghindarinya. Misalnya sebagai Hakim Peradilan, sering kali banyak prang-orang yang berperkara datang ke rumahnya, tetapi Kyai Mahmud tidak mau membahas perkara atau tidak mau menemuinya. Ini menunjukkan ke hatia-hatian, ikhtiyath, tidak mau kolusi, apalagi kolusi untuk merubah keadilan menjadi kedhaliman, kehalalan menjadi keharaman dan sebaliknya.
Di samping itu dalam sebuah keluarga dengan prinsip wira’i-nya, terbentuk sebuah kesederhanaan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Misalnya rumah yang dia tempati cukup sederhana untuk ukuran Kyai Mahmud yang mampu, berpakaian sederhana, dan semua kebutuhan keluarga psti dicatat, terukur secara dministrasi keuangannya. Prinsip kesederhanaan dan pencatatan keuangan inilah yang ditanamkan kepada para santri dan keluarga dalam menjalani kehidupan keluarga sebagai bentuk managemen yang obyektif, terukur, berbasis kejujuran.
Kelima, Dalam hal pendidikan keluarga (hifdl al-aql) Kyai Mahmud menekankan kepada pendidikan agama, baik formal di Lembaga Kementrian Agama atau non formal pesantren. Karena dengan pendidikan agama pada era Kyai Mahmud sudah mencukupi pada aspek duniawi dan ukhrawi-nya. Ini dapat dimaknai bahwa agama tidak hanya institusi keyakinan aqidah-qalbiyah saja, tetapi juga sebagai basis untuk mengaktualisasikan akal-intelektual. Dengan menjalani pendidikan agama manusia mendapatkan ilmu-ilmu yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan, tentunya kehidupan dunia dan akhiratnya. Sebuah keluarga harus mendapatkan pendidikan agama ini, supaya yang dilakukan oleh anggota keluarga akan berdasarkan ilmu, berwawasan yang luas, terutama dapat mensinergikan aspek hati dan akal secara terpadu. Maka tidak heran kemudian keterpaduan ini tidak hanya dipraktikkan dalam lingkup keluarga kecil Kyai Mahmud, tetapi juga lingkup pondok pesantren yang kemudian juga bernama pondok pesantren terpadu, yang mensinergikan antara sisi spiritual dan aspek intelektual, yang akhirnya menjadi manusia-manusia yang kamil dalam taraf kemanusiaannya (al-kamal).
Keenam, Keturunan dalam keluarga Kyai Mahmud adalah hal yang niscaya, tetapi pada saat awal abad 20, nampaknya program pemerintah dengan Keluarga Berencana berpengaruh kepada keluarga Kyai Mahmud yang hanya mempunyai dua anak, implementasi dari program pemerintah dalam hal tandhim al-nasl.
*Pengajar UINSayyid Ali Rahmatullah, Fungsionaris NU, Khadim PPT Al-Kamal Blitar, dan Yayasan Bayturahman Kediri

Tags :

Share This :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *